Kamis 05 Dec 2019 19:16 WIB

Rektor IPB Sebut Kemerdekaan dalam Kuliah Penting

Perguruan tinggi mestinya merdeka dari berbagai macam regulasi dan birokratisasi.

Rep: Inas Widyanuratikah/ Red: Muhammad Hafil
Rektor IPB Arif Satria.
Foto: Dok IPb University.
Rektor IPB Arif Satria.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Rektor Institut Pertanian Bogor (IPB) Arif Satria mengatakan merdeka dalam perkuliahan bagi mahasiswa adalah hal yang penting untuk dilakukan. Arif berpendapat, kegiatan perkuliahan yang merdeka merupakan prakondisi untuk memacu kreativitas mahasiswa itu sendiri.

Menurut dia, saat ini sedang terjadi era yang berbeda dari masa-masa sebelumnya. Pendidikan harus terus fleksibel mengikuti perkembangan zaman sehingga mahasiswa bisa benar-benar mendapatkan manfaat selama ia berkuliah.

Baca Juga

Ia mengatakan, untuk menghadapi era ini mahasiswa harus memiliki kemampuan berpikir kritis, kelihaian dalam berkolaborasi, memiliki kreativitas dan kemampuan memecahkan masalah. Oleh sebab itu, penting bagi mahasiswa untuk diberi kebebasan dalam menjalani kegiatan perkuliahannya.

"Merdeka itu mahasiswa diberi keleluasaan untuk menentukan sebagian mata kuliah yang akan diambil. Karena merekalah yang tahu tentang dirinya, kemampuannya dan apa yang ia butuhkan," kata Arif pada Republika, Kamis (5/12).

Kurikulum perguruan tinggi, lanjut dia juga harus disesuaikan dengan kondisi yang ada. IPB, kata dia, saat ini sedang mempersiapkan kurikulum baru untuk tahun 2020 yang sudah menyesuaikan dengan kondisi seperti saat ini.

"Ini era yang penuh dengan kecepatan, ketidakpastian, dan kompleksitas. Untuk hadapi itu butuh future skills," kata dia menegaskan.

Sementara itu, Rektor Universitas Widya Mataram Yogyakarta, Edy Suandi Hamid mengatakan mahasiswa memang perlu diberikan kebebasan dalam memilih mata kuliah sesuai keinginan dan kemampuannya. Mahasiswa harus diberi keleluasaan dalam memilih mata kuliah yang akan menunjang keinginannya di masa depan.

Edy menjelaskan, kebebasan mahasiswa untuk memilih mata kuliah pendukung misalnya seorang mahasiswa ekonomi yang ingin memperkaya ilmunya tentang hukum, maka dipermudah untuk melakukan mendapatkan materi yang sesuai. Namun, hal tersebut harus tetap dalam batas-batas tertentu.

Batas yang dimaksud Edy adalah mahasiswa harus tetap mendapatkan ilmu yang sesuai dengan kompetensi awal program studinya di samping mata kuliah tambahan. "Batas tertentu itu misal ada 148 SKS. Berapa sih yang betul-betul untuk, misal dia sebagai ekonom apa ilmu ekonomi harus dia kuasai. Yang lainnya bisa untuk pengembangan minatnya dan ilmunya," kata Edy.

Ia juga menyinggung soal kenaikan pangkat yang cukup kaku bagi dosen selama ini. Ia menjelaskan, bagi dosen yang ingin naik pangkat keilmuwannya harus benar-benar linear. Beberapa tahun terakhir hal ini sudah lebih leluasa namun masih terasa kaku.

Selain itu, selama ini proses membuka program studi ia rasakan sangat sulit karena menyangkut nomenklatur. Ia pun berharap dengan pernyataan Mendikbud Nadiem Makarim soal kemerdekaan di perkuliahan bisa berjalan dengan baik sehingga pendidikan tinggi berkembang.

"Saya anggap itu positif. Tapi ini membutuhkan kebijakan mendasar bagaimana hubungan antara prodi, antar fakultas," kata dia lagi.

Sebelumnya, Nadiem mengatakan kemerdekaan belajar adalah kemerdekaan di setiap jenjang pendidikan. Pemerintah akan memberikan kepercayaan otonomi. Nadiem mengatakan, kemerdekaan itu harus terus turun ke setiap jenjang pendidikan.

Perguruan tinggi mestinya merdeka dari berbagai macam regulasi dan birokratisasi. Dosen dan juga mahasiswa harus diberi kemerdekaan untuk belajar sesuai dengan kemauan dan kepentingannya.

Ia mengatakan, mahasiswa S1 sering kali menjadikan kuliahnya sebagai awal perjalanan pendidikan tinggi. Apabila demikian, seharusnya mahasiswa diberi kebebasan untuk mendapatkan ilmu tambahan baik dari dalam kampus maupun luar kampus.

"Kalau kita sudah mengetahui itu, apa yang kita pelajari itu sering seklai hanya starting point kita, lalu kenapa kita tidak memberikan kemerdekaan pada mahasiswa kita untuk mengambil berbagai macam hal di dalam kampus di luar kampus di luar fakultas. Inilah yang jadi kemerdekaan mahasiswa," kata Nadiem.

Selain itu, Nadiem juga membahas mengenai dosen penggerak. Dosen penggerak adalah dosen yang apabila melihat mahasiswa memiliki kapabilitas melampaui dirinya akan merasa bangga, bukannya terancam.

Dosen penggerak, lanjut dia juga akan lebih banyak belajar. "Lebih banyak menanyakan pertanyaan kepada mahasiswanya daripada dia memberikan ceramah. Dosen penggerak tidak akan buang waktu di kelas, tenaga di kelas langsung digunakan dengan sesi debat diskusi dan kerja kelompok," kata dia lagi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement