Senin 25 Nov 2019 16:12 WIB

Wujudkan Indonesia Maju 2045, Hatta Tawarkan Lima Agenda

Hatta menekankan pentingnya jiwa kewirausahaan.

Rep: Arie Lukihardianti/ Red: Muhammad Hafil
Mantan Menko Perekonomian Hatta Rajasa memberikan pidato saat sidang terbuka penganugerahan gelar Doktor Honoris Causa di Institut Tekonlogi Bandung (ITB), Kota Bandung, Senin (25/11).
Foto: Abdan Syakura
Mantan Menko Perekonomian Hatta Rajasa memberikan pidato saat sidang terbuka penganugerahan gelar Doktor Honoris Causa di Institut Tekonlogi Bandung (ITB), Kota Bandung, Senin (25/11).

REPUBLIKA.CO.ID,BANDUNG---Institut Teknologi Bandung (ITB) Senin, (25/11) menganugerahkan Gelar Doktor Kehormatan (Doktor Honoris Causa) kepada Mantan Menko Perekonomian, Ir H M Hatta Rajasa. 

Acara digelar di Aula Barat ITB dihadiri 600 lebih tamu undangan yang terdiri dari tokoh bangsa, politikus, pejabat pusat dan daerah, pengusaha, kalangan kampus hingga mahasiswa. 

Baca Juga

Gelar doktor kehormatan diberikan ITB sebagai penghormatan atas prestasi, capaian dan warisan yang dicatat Hatta dalam Kebijakan Publik  (Public Policy). Khususnya saat menjabat sebagai menteri, dan sejumlah jabatan publik lainnya. Hatta tercatat sebagai menteri sejak 2001 hingga 2014, dalam pemerintahan Presiden Megawati Soekarnoputri dan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

Dalam pidato ilmiahnya, mantan ketua umum Partai Amanat Nasional (PAN) itu, menawarkan lima agenda untuk mewujudkan Indonesia Maju 2045. Pertama, penguatan sumber daya manusia (SDM) dan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi. 

Karena, kata dia, saat ini Indonesia sedang memasuki bonus demografi yang harus dimanfaatkan menjadi kekuatan penggerak ekonomi nasional. Pemahaman terhadap proses inovasi, creativity dan entrepreneurship harus menjadi Budaya Bangsa. 

"Pembangunan SDM tidak lagi bisa menggunakan pendekatan business as usual. Kita memerlukan a radical rethinking way of human capital development”, ujar Hatta.

 

Agenda kedua, kata dia, membangun pusat-pusat pertumbuhan baru. Pendekatan ini pada intinya merupakan integrasi dari pendekatan sektoral dan regional, setiap wilayah mengembangkan produk yang menjadi keunggulannya. Kekayaan Sumber Daya Alam (SDA), baik yang terbarukan maupun yang tidak terbarukan, tidak lagi diutamakan sebagai sumber devisa, dengan menjualnya dalam bentuk bahan mentah, tetapi dijadikan sebagai prime mover yang mendukung pusat pertumbuhan baru. 

"Dengan demikian kita mendapatkan keuntungan aglomerasi, nilai tambah, dengan melakukan hilirisasi serta mengatasi ketimpangan spasial pembangunan ekonomi Indonesia," katanya.

Aganda ketiga, kata dia, penguatan connectivity dan infrastruktur. Mengintegrasikan konektivitas secara domestik dan terhubung secara global (Locally Integrated, Globally Connected). Terutama menghubungkan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi utama untuk memaksimalkan pertumbuhan berdasarkan prinsip keterpaduan, bukan keseragaman, melalui inter-modal supply chains systems. 

Agenda keempat, kata Hatta, transformasi ekonomi ekstraktif menuju value added economy. Pola pikir yang menganggap Indonesia memiliki SDA “melimpah” membuat kita mempunyai kebijakan yang cenderung ekstraktif.

Padahal, kata dia, mekayaan SDA baik terbarukan maupun tidak terbarukan, seharusnya kita jadikan keunggulan untuk membangun industri manufaktur yang berdaya saing. "Sebagai orang yang berlatar belakang insinyur, saya sungguh meyakini bila kita tidak mentransformasi pembangunan ekonomi yang ekstraktif, maka kita tidak akan pernah menjadi negara maju," katanya.

Agenda  Kelima, kata dia, entrepeneurial economy. Mengutip Joseph Schumpeter, Hatta menegaskan bahwa peran penting entrepreneur dalam teori pertumbuhan ekonomi suatu negara. Dikenal istilah “inovasi” sebagai creative destruction yang menggerakkan perkembangan pertumbuhan ekonomi. 

"Pencipta inovasi atau para inovator adalah para entrepeneur. Makin banyak entrepreneur, makin berkembang ekonomi suatu bangsa," katanya.

Itulah sebabnya, kata dia, kebijakan yang pro-entrepreneur menjadi kunci keberhasilan Indonesia masa depan. 

Sebagai orang yang berlatarbelakang entrepreneur, Hatta membagi masa-masa awal dirinya mengembangkan usaha. 

Hatta bercerita, berbicara menghadapi tantangan, mengingatkan pengalaman dirinya 40 tahun yang lalu. Bersama teman-teman, ia bertekad menjadi pengusaha. 

"Enam bulan lebih berkeliling Jakarta, naik-turun bus kota, menawarkan jasa perusahaan kami tanpa hasil. Dalam situasi yang berat godaan datang, kami semua diterima di oil company dengan gaji yang besar," paparnya. 

Namun, kata dia, hanya semangat dan keyakinan yang membuat ia tidak menyerah. Singkat cerita, melalui proses dan dinamika yang panjang, pada akhirnya ia dapat membangun perusahaan pemboran minyak dan gas bumi yang masih eksis hingga saat ini. 

"Bisa dikatakan kami melakukan terobosan, mengingat pada masa itu dunia oil and gas masih identik dengan perusahaan asing”, kenang Hatta. 

 

 

 

 

 

Penghargaan atas apresiasi bidang Public Policy ini merupakan yang kedua, setelah pada 2011 Hatta mendapatkan award dari Asia Society di Amerika Serikat. 

 

 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement