Kamis 21 Nov 2019 23:20 WIB

26 Persen Perusahaan Indonesia Lakukan Transformasi Digital

Pelaku bisnis di Indonesia sudah memiliki kesadaran untuk bertransformasi.

Rep: Febryan A/ Red: Dwi Murdaningsih
(Kanan ke kiri) CEO Telkomtelstra Erik Meijer, Senior Research Manager Internasional Data Corporation (IDC) Indonesia Mevira Munindra dan Direktur Produk Telkomtelstra Agus F Abdillah. Mereka memberikan pemparan kepada wartawan terkait tranformasi digital perusahaan-perusahaan Indonesia di Sopo Del Tower, Jakarta Selatan, Kamis (21/11).
Foto: Republika/Febryan A
(Kanan ke kiri) CEO Telkomtelstra Erik Meijer, Senior Research Manager Internasional Data Corporation (IDC) Indonesia Mevira Munindra dan Direktur Produk Telkomtelstra Agus F Abdillah. Mereka memberikan pemparan kepada wartawan terkait tranformasi digital perusahaan-perusahaan Indonesia di Sopo Del Tower, Jakarta Selatan, Kamis (21/11).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perusahaan manajemen aplikasi dan layanan jaringan, TelkomTelstra, menyatakan bahwa perusahaan-perusahaan Indonesia lebih optimistis memandang tranformasi digital dibandingkan rata-rata perusahan lain di seluruh dunia. Hal itu terbukti dari survei internal yang dilakukan TelkomTelstra.

Hasil survei itu disampaikan CEO TelkomTelstra, Erik Meijer, usai acara TelkomTelstra Digital Summit 2019 di Sopo Del Tower, Jakarta Selatan, Kamis (21/11).

Baca Juga

Hasil survei itu, 26 persen perusahaan Indonesia mengaku sudah melakukan transformasi digital yang cukup besar. Sedangkan rata-rata perusahaan di dunia hanya berada di angka 21 persen.

"Angka lebih tinggi juga terlihat ketika ditanyakan seberapa baik Anda mengambil keputusan-keputusan transformasi digital," kata Erik.

Hasilnya, 23 persen mengaku sudah mengambil keputusan yang tepat. Angka ini lebih tinggi dibandingkan 21 persen rata-rata dunia.

Tingkat kepercayaan diri tertinggi tampak pada soal dampak transformasi digital terhadap kinerja perusahaan. Hasilnya, 33 persen perusahaan Indonesia mengaku sudah mendapatkan dampak mendalam. Padahal rata-rata dunia hanya di angka 26 persen.

Begitupun soal integrasi transformasi digital dengan sektor bisnis perusahaan. Angkanya 28 persen berbanding 24 persen.

"Bisnis Indonesia lebih percaya diri. Ini sangat positif. Berarti ada kesadaran untuk bertransformasi. Namun, kekhawatirannya adalah ada risiko perusahaan Indonesia cepat pusa diri," ujar Erik.

Erik menjelaskan, ketika perusahan terlalu cepat puas, maka akan mematikan inovasi. Terlebih jika transformasi digital yang dilakukan baru hanya minor, tapi sudah merasa bertransformasi cukup jauh.

Misalnya, kata dia, baru hanya sebatas mengganti proses antrian menggunakan sistem digital, tapi sudah merasa perushaan melakukan transformasi digital. "Itu memang iya, tapi tidak hanya soal itu," ucapnya.

Meski demikian, lanjut Erik, perusahaan-perusahaan Indonesia mengaku belum merasakan keuntungan investasi (revenue) dari transformasi digital. Ia pun yakin, kuntungan atau pengurangan biaya produksi secara signifikan akan segera dirasakan perusahaan-perusahaan yang sudah melakukan transformasi.

"Saya yakin akan segera merasakan keuntungan itu. Tapi itu perlu kerja keras dan kerja terarah. Dan perlu memiliki key performance indicator (KPI) yang relevan melihat proses transformasi yang dilakukan. Sebab, mungkin saja ada penurunan biaya produksi, tapi karna KPI-nya tidak jelas jadinya tidak kelihatan," kata Erik.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement