Kamis 21 Nov 2019 15:08 WIB

Madeena, Alat Rontgen Berbasis Digital

Pengembangan Madeena dilakukan sejak 1989.

Rep: Wahyu Suryana/ Red: Dwi Murdaningsih
Tim Peneliti Departemen Fisikan FMIPA UGM yang berhasil mengembangkan rontgen berbasis digital.
Foto: ugm
Tim Peneliti Departemen Fisikan FMIPA UGM yang berhasil mengembangkan rontgen berbasis digital.

REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Tim penelitian, pengembangan dan rekayasa Universitas Gadjah Mada (UGM) berhasil mengembangkan teknologi radiografi sinar x digital untuk medis. Tim dipimpin Gede Bayu Suparta dari Departemen Fisika Fakultas MIPA.

Teknologi radiografi sinar-x digital ini dikembangkan menggunakan layar fluoresens dan kamera digital. Teknologi itu memakai teknologi Radiografi Sinar-x Fluoresens Digital (RSFD).

Baca Juga

Kinerja teknologi RSFD setara Direct Digital Radiography (DDR) yang menggunakan flat detektor atau Radiografi Flat Detektor (RFD). Fasilitas DDR atau FDR sangat diidamkan semua rumah sakit di Indonesia.

"Namun, karena harga alat DDR relatif sangat mahal, maka tidak semua rumah sakit dapat memiliki, implikasinya biaya yang harus dibayar pasien menjadi tinggi," kata Bayu, Kamis (21/11).

Berawal dari kondisi itu, mereka membuat alat yang dinamai Madeena tersebut. Dengan alat rontgen ini, biaya bisa lebih ditekan, sehingga masyarakat bisa mendapatkan layanan rontgen dan cepat diambil tindakan.

Bayu menyebutkan, alat ini bisa diakses real time tanpa harus menunggu cetakan film seperti rongten konvensional lain. Didukung komputerisasi, Madeena bisa diakses dokter tanpa harus di lokasi radiologi.

Proses radiografi dapat sangat cepat dan dapat diselenggarakan melalui kehadiran radiographer, fisika medis dan dokter radiologis secara online. Jadi, kehadiran fisik di instansi kesehatan dapat direduksi.

Selain itu, proses radiografi menjadi sangat aman bagi pasien, pekerja radiasi, perawat dan lingkungan rumah sakit. Sebab, paparan radiasi yang diberikan mencapai 1/100.

"Dari nilai ambang batas yang ditetapkan Bapeten," ujar Bayu.

Bayu mengungkapkan, Madeena yang merupakan kependekan Made in Indonesia telah diluncurkan pada awal November 2019 lalu. Peluncuran akhirnya bisa dilakukan usai melalui perjalanan riset yang panjang sejak 1989.

Pada 1989, Bayu dan Tim Peneliti Departemen Fisika FMIPA UGM memulai riset bidang radiografi digital. Kala itu, teknologi komputer, teknologi kamera digital dan pemrograman belum secanggih saat ini.

"Namun, saya punya visi suatu saat perangkat radiografi konvensional berbasis film akan digantikan sistem radiografi digital saat kinerja komputer, kamera digital dan coding telah sangat maju," kata Bayu.

Lalu, kegiatan litbangyasa di bidang radiografi digital melakukan pengembangan serius sejak 2003. Hasilnya, aplikasi paten terkait perangkat untuk sinkronisasi digitisasi citra radiografi.

Waktu itu, memakai pancaran sinar-x, yang diajukan pada 2005 dan paten didapatkan pada 19 Oktober 2009 dengan nomor paten ID P 0024437. Kepemilikan paten diserahkan ke UGM sebagai aset intelektual bangsa.

Meski telah dipatenkan, namun hilirisasi baru terjadi pada 2019. Bayu menyebut, selama 15 tahun terakhir sejak aplikasi patennya didaftarkan, inovasinya tidak terdengar kalangan industri.

Keberadaan inovasi ini hanya sebagai publikasi di jurnal ilmiah dan pembicaran di ruang seminar ilmiah. Pada 2019, Bayu bersama tim mendapat momentum pengembangan teknologi yang signifikan.

Tim penelitian yang dipimpinnya bersama PT. Madeena menyempurnakan prototipe alat RSFD di Laboratorium Fisika Citra FMIPA UGM dan di BRSU Tabanan Bali. Akhirnya Madena bisa dihilirisasi.

"Keberhasilan pembuatan produk ini menjadi bukti nyata adanya hilirisasi hasil riset UGM kepada masyarakat pengusaha," ujar Bayu.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement