Rabu 20 Nov 2019 16:55 WIB

Rasulullah, Sang Teladan Umat

Kurang elok membandingkan Rasulullah sang teladan umat dengan proklamator

Rasulullah
Foto: Mgrol120
Rasulullah

Sukmawati dalam sebuah diskusi bertajuk ‘Bangkitkan Nasionalisme Bersama Kita Tangkal Radikalisme dan Berantas Terorisme’, mempertanyakan peran Nabi Muhammad SAW dalam merebut kemerdekaan Indonesia dibandingkan Soekarno. Dia, mempertanyakan peran baginda Rasulullah SAW pada era di abad 20 itu ketimbang  Bapaknya. 

Mempertanyakan peran Rasulullah Saw dengan Soekarno adalah satu bentuk pelecehan, tidak beretika. Tidak ada yang mau menjawab pertanyaan tersebut karena mereka semua menghormati Rasulullah SAW. Peran Rasululah membebaskan umat manusia dari penghambaan manusia, dari penjajahan mahluk di muka bumi ini, tak bisa dibandingkan dengan sosok siapapun dimuka bumi ini, apalagi hanya seorang Soekarno.

Soekarno, dia bukan Nabi, Bukan Rasul, bukan Sahabat, bukan Tabiin, bukan Tabiit Tabiin, bukan ulama Mujtahidin. Dia adalah manusia biasa yang tak luput dari kesalahan, perkataannya bukanlah dalil.

Kami menghormati Soekarno sebatas jika Soekarno mentaati syariah Islam, sejalan dengan perintah Al Quran dan Nabi Muhammad SAW. Kami pasti akan menyelisihi Soekarno, jika perkataan dan perbuatan Soekarno bertentangan dengan Al Quran dan Nabi Muhammad SAW.

Saya prihatin dengan pertanyaan Sukmawati tersebut  yang mengangkat nama baik ayahnya untuk dicaci dan dibuli umat di tanah air bahkan di seluruh dunia. Tidak ada apa-apanya Ir Sukarno tanpa para pejuang yang mencintai rosul. Peran ulama dan santri sangat besar terhadap kemerdekaan tanah air kita.

Jihad fii sabilillah dikomando oleh para ulama , mereka juga merumuskan UUD ’45 bahwa, “atas berkat rahmat Allah SWT, kemerdekaan bamgsa Indonesia bisa diraih, bukan karena manusia, bapaknya seseorang, proklamator, atau siapapun. Mereka mengakui bahwa nabi Muhammad sumber ketika mereka bersemangat melindungi tanah air. Perjuangan diakui oleh seluruh rakyat Indoneaia, bukan berkat jasa satu orang. 

Bila kita yang hidup pada zaman sekarang saja tidak boleh dibandingkan dengan para sahabat rosul, apalagi dibandingkan dengan Rasulullah SAW. Syaikh Mujiddin, seorang pakar sejarah, di dalam kitabnya mengatakan bahwa jangan menilai sahabat rasul, apalagi membandingkan kita dengan para sahabat rasul. Beliau bilang, kamu tidak ada apa-apanya, satu butir pasir di bawah kaki kudanya para sahabat jauh lebih bagus daripada kita. Maka jaanganlah menggunjing , mencela, dan membanding-bandingkan dengan para sahabat. 

Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

لا تسبوا أصحابي ، فلو أن أحدكم أنفق مثل أحد ذهبا ، ما بلغ مد أحدهم ولا نصيف

“Jangan engkau cela sahabatku, andai ada diantara kalian yang berinfaq emas sebesar gunung Uhud, tetap tidak akan bisa menyamai pahala infaq sahabatku yang hanya satu mud (satu genggam =675 gr), bahkan tidak menyamai setengahnya” HR. Bukhari no. 3673, Muslim no. 2540

Kita harus lebih berhati-hati karena aqidah sesat sedang digempurkan oleh orang-orang kafir kepada kita dan anak cucu kita dengan merendahkan Rosululloh Saw. Beliau Rosululloh Saw sudah sepatutnya kita cintai melebihi diri kita sendiri, keluarga kita sendiri, orangtua kita, suami, istri, anak-anak kita, dan harta kita.

Firman Allah Ta'ala yang berbunyi: “Katakanlah (wahai Muhammad kepada umatmu): Jika kalian benar-benar mencintai Allah, maka ikutilah aku (Muhammad), niscaya Allah akan mencintai kalian dan mengampuni dosa kalian“. (QS. Ali Imron: 31). 

Ayat ini menjelaskan bahwa cinta kepada Allah harus menjadi derajat cinta paling tinggi di hati kaum mukminin. Ayat ini juga mengandung makna bahwa kita diwajibkan mengikuti Nabi Shallahu alaihi wa Sallam. Mengikuti seluruh syariat yang dibawanya. Mulai dari lisannya, perbuatannya, bahkan diamnya Nabi wajib diteladani. Ayat ini juga menjelaskan bahwa Allah  akan mencintai kita manakala kita meneladani Nabi Shallahu alaihi wa Sallam. 

Muhammad SAW Al Mustofa adalah teladan kami, Nabi dan Rasul kami. Muhammad SAW melengkapi wahyu yang ada dalam Al Quran, sehingga melalui hadits beliau kami mengistimbath hukum Wajib, Sunnah, Halal, Makruh dan Haram. Jika Rasululah wajibkan kami sesuatu, maka apapun itu akan kami usahakan lakukan. Jika Rasululah haramkan sesuatu, kami pasti meninggalkan.

Kami juga berusaha sungguh-sungguh untuk melakukan apa yang disunahkan Rasululah serta berusaha sekuat tenaga meninggalkan apa yang dimakruhkan Rasululah. Diantara itu, kami juga mengambil apa-apa yang dibolehkan Rasululah, sebatas untuk memenuhi kebutuhan kami dan agar mendekatkan kami pada ketaatan.

Allah SWT berfirman:

 

لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ اْلآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا

Sungguh telah ada pada diri Rasulullah itu suri teladan yang baik bagi kalian, yaitu bagi siapa saja yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) Hari Akhir dan dia banyak mengingat Allah (TQS al-Ahzab [33]: 21).

Ada sebab kuat mengapa Allah SWT. mengutus Rasulullah saw. Di antaranya adalah untuk memberikan keteladanan yang paripurna. Pribadi Nabi saw.  seluruhnya adalah kebaikan untuk semua bidang kehidupan. Akhlak, ibadah bahkan hingga pemerintahan yang beliau jalani penuh dengan keteladanan. Sepatutnya kaum Muslim menjadikan Nabi saw. sebagai satu-satunya contoh kebaikan dalam kehidupan.

Wallohu A’lam bish showab

Disclaimer: Retizen bermakna Republika Netizen. Retizen adalah wadah bagi pembaca Republika.co.id untuk berkumpul dan berbagi informasi mengenai beragam hal. Republika melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda baik dalam dalam bentuk video, tulisan, maupun foto. Video, tulisan, dan foto yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim. Silakan kirimkan video, tulisan dan foto ke [email protected].
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement