Rabu 20 Nov 2019 12:31 WIB

Tak Cukup Sekadar Sertifikasi Pranikah

Sertifikasi pra nikah dikhawatirkan menimbukan persoalan baru

Pasangan pengantin menunjukkan buku nikah dan kartu nikah usai mengikuti acara nikah massal di Masjid Raya Sabilal Muhtadin, Banjarmasin, Kalimantan Selatan, Sabtu (4/5/2019).
Foto: Antara/Bayu Pratama
Pasangan pengantin menunjukkan buku nikah dan kartu nikah usai mengikuti acara nikah massal di Masjid Raya Sabilal Muhtadin, Banjarmasin, Kalimantan Selatan, Sabtu (4/5/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Muhadjir Effendy menggelontorkan program sertifikasi pra nikah. Beliau mengatakan pasangan yang belum lulus mengikuti bimbingan pranikah atau sertifikasi siap kawin tak boleh menikah, berlaku sejak tahun 2020.

Muhadjir mengatakan, tujuan sertifikasi perkawinan agar para pasangan memiliki persiapan yang matang untuk membangun pernikahan. Begitu juga Wakil Presiden mengatakan bahwa tujuan sertifikasi pra nikah adalah untuk membentuk keluarga yang sehat dan sejahtera. 

Materi yang harus dikuasai antara lain adalah tentang kesehatan reproduksi, tujuannya agar pasangan yang menikah nanti memiliki keturunan yang sehat. Keturunan yang tidak membawa cacat bawaan atau mengalami gangguan pertumbuhan (stunting).

Selain itu, Muhadjir menyebut pembekalan dalam sertifikasi perkawinan meliputi pengetahuan masalah ekonomi rumah tangga. Menurut beliau,  perekonomian menjadi salah satu hal yang memicu masalah dalam rumah tangga, hingga menyebabkan kepada tingginya perceraian. 

Memang benar kondisi keluarga di negeri ini sedang dalam kondisi yang memprihatinkan. Betapa besar angka perceraian dan terus meningkat dari tahun ke tahun.  Begitu juga kondisi anak yang tidak terurus dan mengalami kondisi gagal tumbuh (stunting) juga di dalam angka yang kritis.

Kondisi keluarga yang demikian terutama keluarga muslim akan sangat berpengaruh terhadap keberlanjutan kualitas generasi negeri ini. Padahal di pundak generasi, kemajuan negeri ini ditambatkan. 

Namun benarkan kerusakan yang terjadi di dalam keluarga-keluarga tersebut memang pasti dikarenakan kurangnya pengetahuan calon pasangan? Faktanya, ada banyak faktor lain yang ternyata berpengaruh terhadap keberlanjutan keluarga.

Misalnya berkenaan dengan kesehatan reproduksi, nyatanya saat ini ada ketimpangan yang luar biasa di masyarakat akibat perilaku seks bebas dan LGBT. Hamil sebelum menikah juga dianggap hal yang biasa. Married by Accident (MBA) juga akhirnya banyak menyebabkan keluarga berakhir tidak harmonis.

Perilaku kekerasan seksual terhadap anak juga marak terjadi dan berawal dari merebaknya pornografi dan pornoaksi di media yang diberikan kebebasan. Sedang dari sisi himpitan ekonomi ternyata juga menyebabkan hilangnya naluri manusia, bahkan beberapa ibu tega membunuh anaknya.

Lalu masalah stunting? Ini adalah masalah sistemik. Kebanyakan mereka yang mengalami stunting karena memang mereka dalam kondisi kelaparan, mereka susah hanya untuk sekedar makan.

Hal ini ada karena memang kondisi ekonomi kita saat ini sedang timpang. Yang kaya semakin kaya dan yang miskin semakin miskin.

Maka berharap akan bisa menghasilkan keluarga yang tangguh dari program sertifikasi pra nikah tidaklah cukup. Bahkan tidak akan pernah menjadi solusi dan dikhawatirkan justru menimbulkan problematika baru. Problematika yang nampak jelas antara lain dikhawatirkan akan muncul banyak pasangan yang senang hidup bersama tanpa ikatan pernikahan.

Terlebih mereka yang tidak mau ribet atau mereka tidak lulus sertifikasi pra nikah.  Ini lah kehidupan yang bebas tanpa batas. Kehidupan yang meninggalkan sejauh jauhnya aturan agama. Corak ini pun sudah marak di negeri barat yang memang mereka terkenal kehidupan bebasnya. 

Lalu bagaimana dengan di Indonesia sebagai negeri yang mayoritas muslim ini? Maka seharusnya negeri ini justru meengambil aturan agama sebagai solusi setiap problamatika yang ada.

Syariat Islam harusnya menjadi solusi tuntas permasalahan keluarga. Pendidikan reproduksi harus didasarkan oleh keimanan yang kokoh bukan sekedar pengenalan kesehatan reproduksi ala pendidikan seks barat. 

Islam juga menempatkan tugas manusia sesuai fitrahnya yakni ayah sebagai kepala kelurga dan bertanggung jawab terhadap nafkah keluarga. Sedang wanita secara fitrahnya sebagai ibu dan pendidikan utama bagi anak-anaknya.

Pengaturan sistem politik, ekonomi, pendidikan, dan kesehatan dalam Islam juga menjamin kesejahteraan dari setiap individu keluarga. Jadi, hanya dengan menerapkan Islam secara sempurna saja semua permasalahan akan tuntas, termasuk permasalahan keluarga. Wallahu A’lam bi Showab.

Pengirim: Ifa Mufida

Disclaimer: Retizen bermakna Republika Netizen. Retizen adalah wadah bagi pembaca Republika.co.id untuk berkumpul dan berbagi informasi mengenai beragam hal. Republika melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda baik dalam dalam bentuk video, tulisan, maupun foto. Video, tulisan, dan foto yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim. Silakan kirimkan video, tulisan dan foto ke [email protected].
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement