Senin 11 Nov 2019 20:09 WIB

KH Mas Abdurrahman, Pahlawan yang Terlupakan

KH Mas Abdurrahman adalah pendiri organisasi Math'laul Anwar Banten

Lambang Mathla'ul Anwar (ilustrasi).
Foto: Antara
Lambang Mathla'ul Anwar (ilustrasi).

“Tundalah kematian sebelum menjadi orang bermanfaat bagi agama, bangsa dan dirimu sendiri. Jadilah seperti pohon pisang, kendati ditebas berulang-ulang, tetap akan terus mengeluarkan tunasnya, setelah hasilkan buah, baru ia rela mati" demikian pesan KH Mas Jamal Al-Janakawi pada putranya yakni KH Mas Abdurrahman, kutipan tersebut dinamakan filosofi "pohon pisang".

KH Mas Abdurrahman lahir di Janaka pada 1875, ia merupakan anak seorang kyai yang memiliki pesantren di Janaka. Nasabnya tersambung sampai ke orang pertama masuk Islam di tanah Banten dan pengikut setia Sultan Maulana Hasanuddin, Ki Mas Jong dan Ki Mas Ju.

Baca Juga

Janaka merupakan kampung di kaki gunung Aseupan, panorama alam yang asri mengayun Mas Abdurrahman kecil belajar agama dari seorang ayahnya. Menginjak muda, layaknya tradisi santri di pesantren, KH Mas Abdurrahman nyantri di banyak pesantren.

Ia berpetualang memperdalam ilmu agama, pesantren Kyai Ruyani dan Kyai Shohib, yang tak jauh dari Janaka, Kyai Maimun dan Kyai Arif di Sarang, Jawa Tengah adalah beberapa pesantren sebelum ia memparipurnakan studinya di Mekkah Al-Mukaramah. (Didin Rosidin:2018)

Di Mekkah ia berguru pada ulama mahsyur asal Minangkabau Syekh Ahmad Khotib Al-Minangkabawi, dan beberapa ulama kenamaan lainnya. KH Hasyim Asyari dan KH Ahmad Dahlan sebagai pendiri Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah adalah teman sejawat dengan KH Mas Abdurrahman ketika studi di Mekkah al Mukaramah. 

Mendirikan Mathla'ul Anwar

Sebelum kedatangan KH Mas Abdurrahman, menurut cerita masyarakat, Menes dulu adalah surga kasino dan lokalisasi prostitusi lewat sinden atau ronggeng yang menggunakan jasa mucikari sebagai narahubung. Di sana juga ada tradisi hubungan seksual bebas di luar nikah setiap malam 15 bulan purnama. (Menapak Jejak Mengenal Watak:1994)

Pada 1916 KH Mas Abdurrahman mengamini penuh pembentukan lembaga pendidikan berupa madrasah dan memberikan nama "Mathla'ul Anwar", sebelumnya KH Entol M Yasin, KH Tb Mohammad Soleh dan para kyai lokal sepuh melakukan pertemuan terkait urgensi lembaga pendidikan setelah menjalankan pengajian agama untuk umum yang berkala dan berlangsung bertahun-tahun di Menes. (Dirasah Islamiyah I)

KH Mas Abdurrahman selain seorang berdarah biru kesultanan Banten, ia juga santri lulusan Makkah yang sudah tersentuh arus modernisme. Sebagai sosok yang segar ia membawa semangat perubahan dengan berhasrat mengangkat Menes dari kondisi sosial, agama, dan etik yang Poek Mongkleng (Gelap Gulita). 

Pada awal pendirian, KH Mas Abdurrahman menjadi mudir urusan pendidikan di madrasah Mathla'ul Anwar, segala manajerial sistem pendidikan dan kurikulum dibawah kendalinya. Visi 'Tempat Terbitnya Cahaya' tidak terbatas di Menes semata. Ekspansi dakwah yang dilakukan berkat sosok kharismatik KH Mas Abdurrahman berhasil merajut kohesivitas antar kyai.

KH Mas Abdurrahman adalah play maker dari proses pendirian madrasah Mathla'ul Anwar yang kini jumlahnya hampir 5000-an satuan madrasah dari seluruh tingkatan di Indonesia. Dengan kewibawaan, intelektualitas, dan intelegensia yang dimiliki oleh sosok KH Mas Abdurrahman berhasil menjadikan Mathla'ul Anwar sebagai alternatif dan wahana gerakan renaissance (pencerahan).

Menjadikan Madrasah Sebagai Entitas Perlawanan

Madrasah yang diinisiasi oleh KH Mas Abdurrahman tidak hanya berkutat pada proses kegiatan belajar mengajar, lebih dari itu madrasah Mathla'ul Anwar menjadi entitas (bentuk) perlawanan terhadap kolonial Belanda yang dijadikan sebagai common enemy (musuh bersama). 

Posisi KH Mas Abdurrahman sangat tegas bersebrangan dengan kolonial Belanda, selain menjadi penggerak dari entitas perlawanan terhadap penjajahan tadi, ia pernah mengeluarkan fatwa bahwa tidak sah atas perkawinan dari naib yang mendapat chost (biaya) dari Belanda.

Keberadaan dan perannya hampir luput dari pehatian, negara seolah melupakan komitmen kuat KH Mas Abdurrahman dalam memupuk spirit keummatan dan kebangsaan. Penganugerahan gelar pahlawan nasional dilakukan tiap tahun sekali dan negara harus melihat secara serius kiprah dari KH Mas Abdurrahman.

Ruh kebangsaan dengan menjaga ancaman kebodohan terhadap bangsanya dan menjadikan pendidikan sebagai modal dasar dalam menanamkan semangat perubahan menuju pencerahan adalah wujud kontribusi intelegensinya dengan mendirikan ormas Islam Mathla'ul Anwar yang telah berhasil menghasilkan manusia Indonesia tercerdaskan dengan ribuan madrasah dan membawa Indonesia terlepas dari belenggu imperialisme. 

Pada 10 November yang diperingati setiap tahunnya sebagai momentum hari pahlawan, sudah seyogyanya negara memberikan keabsahan pengakuan dengan memberikan gelar 'Pahlawan Nasional' pada KH Mas Abdurrahman.

Hidup Bermanfaat, Wafat Meninggalkan Jejak

Pohon pisang akan mati ketika sudah berbuah, memberikan yang terbaik bagi kehidupan, daunnya bisa dijadikan payung ketika hujan dan bungkus-bungkus makanan, akar, batang, dan tentu buahnya memberikan manfaat bagi manusia. Sederhananya, ia akan terus hidup sampai berbuah dan mati memberikan manfaat.

Filosofi "pohon pisang" yang menjadi pesan dari KH Mas Jamal Al-Janakawi diaktualisasikan secara konkret oleh KH Mas Abdurrahman berbentuk madrasah Mathla'ul Anwar. Seperti maknanya, MA telah menjadi tempat bagi terbitnya cahaya-cahaya berupa manusia yang terdidik moral dan spritualnya.

Mathla'ul Anwar adalah salah satu buah legalitas pemikiran KH Mas Abdurrahman dari filosofi "pohon pisang". Beliau menjadikan MA sebagai lokomotif pembawa gerbong pendidikan modern dan pemahaman KeIslaman.

Selain itu, ia juga meninggalkan karya-karya orisinalitas seperti Al-Jawaiz fii Ahkam Al-Janaiz, Tarjamah Jamilah atas Matan Al- Jurumiyah, Al-Musamma bi al-Takhfif fi 'Ilm al-Tashrif, Mandzumat fi Bayani Asbab al-Hifdzhi wa al-Ghina, Kumpulan Lima Khutbah, dan Dua Risalah Miftah Bab al-Islam fi Arkan al-Islam yang menjadi acuan para santri dalam belajar ilmu agama. 

Beliau telah berjasa dalam sumbangsih pemikiran keummatan dan kebangsaan. Ulama pejuang dan pemikir ini meninggal pada 1943 dan dimakamkan di Komplek Perguruan Mathla'ul Anwar Cikaliung, Saketi.

*Penulis adalah santri di Ilmu Pemerintahan Fakultas Hukum dan Sosial UNMA Banten

Pengirim: Faiz Romzi Ahmad

Disclaimer: Retizen bermakna Republika Netizen. Retizen adalah wadah bagi pembaca Republika.co.id untuk berkumpul dan berbagi informasi mengenai beragam hal. Republika melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda baik dalam dalam bentuk video, tulisan, maupun foto. Video, tulisan, dan foto yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim. Silakan kirimkan video, tulisan dan foto ke [email protected].
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement