Rabu 06 Nov 2019 20:16 WIB

Nadiem Paparkan Lima Fokus Pembangunan SDM

"Hanya ada satu visi dan misi, yakni visinya Pak Presiden," kata Nadiem Makarim.

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim saat mengikuti rapat kerja dengan Komisi X DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (6/11).
Foto: Republika/Prayogi
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim saat mengikuti rapat kerja dengan Komisi X DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (6/11).

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Arif Satrio Nugroho, Antara, Silvy Dian Setiawan

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim pada Rabu (6/11), menjalani rapat kerja pertamanya bersama Komisi X DPR, di Gedung DPR RI, Jakarta. Dalam rapat pertamanya itu, Nadiem disambut dengan pantun oleh pimpinan Komisi X.

Baca Juga

Rapat itu dipimpin oleh Ketua Komisi X Syaiful Huda dari fraksi PKB. Syaiful menyambut kehadiran Nadiem bersama rombongan KPK Mendikbud, lalu melanjutkan dengan pantun.

"Tolong kalau saya bacakan bait, yang lain bilang cakep," gurau Politikus PKB itu mengawali pembacaan pantun yang ia buat saat perjalanan menuju Gedung DPR itu.

"Pergi ke pasar naik ojek,

Tidak lupa menbeli cangkul,

Nadiem Makarim meninggalkan Gojek,

Demi mengabdi Go school."

Pantun itu disambut dengan tepuk tangan 37 anggota dewan yang hadir beserta puluhan staf Kemendikbud yang hadir. Tampak hadir pimpinan Komisi X, Dede Yusuf dari Demokrat, Hetifah Sjaifudian dari Golkar, Abdul Fikri dari PKS dan Agustina Wilujeng dari PDI Perjuangan.

Nadiem pun menerima pantun yang disampaikan Syaiful sebelum memulai paparannya. "Saya suka sekali dengan pantunnya, pak," kata Nadiem.

Nadiem mengaku kikuk lantaran baru pertama menginjakkan kaki di gedung wakil rakyat itu. Ia kemudian inti rapat dengan menceritakan terlebih dahulu alasan dirinya dijadikan menteri oleh Presiden Joko Widodo.

Nadiem bercerita, bahwa dirinya sering berdiskusi dengan Jokowi soal konsentrasi pengembangan Sumber daya manusia (SDM). Dari situ, Nadiem pun menerima jabatan Mendikbud untuk pengembangan SDM Indonesia. Setelah itu, Nadiem pun memulai pemaparan program kerjanya ke DPR RI.

Nadiem memaparkan poin-poin fokus yang akan dijalankan kementeriannya di periode 2019-2024. Poin-poin itu merupakan fokus pembangunan SDM.

"Saya tidak punya visi sendiri, hanya ada satu visi dan misi, yakni visinya Pak Presiden. Jadi saya hanya mengikuti arahan dan visi beliau," kata Nadiem dal rapat yang digelar di Kompleks Parlemen RI, Jakarta, Rabu (6/11).

Nadiem mengatakan, fokus-fokus itu menginterpretasi visi Presiden Joko Widodo terkait pembangunan SDM. Fokus pembangunan SDM itu dikelompokkan Nadiem dalam lima fokus.

Poin pertama, Nadiem mengemukakan soal pendidikan karakter. Kemendikbud, kata Nadiem, akan memprioritaskan pendidikan karakter yang berbasis pengalaman, dengan menanamkan nilai-nilai Pancasila. Dengan demikian, menurut Nadiem, pemuda Indonesia akan memiliki integritas.

"Saat ini kita harus mengerti akar permasalahan, besarnya sosial media teknologi, kalau muda-mudi kita tidak punya karakter dan integritas dan ini akan tergerus tidak benar. Jadi penjajahan pemikiran inilah salah satu ancaman penting," ucap Nadiem.

Poin kedua, lanjut Nadiem yakni deregulasi dan debirokratidasi. Nadiem ingin memotong semua regulasi yang menghambat terobosan dan peningkatan investasi, terkait pendidikan di Indonesia. Regulasi dan birokrasi pendidikan yang berbelit di Indonesia, kata Nadiem, menghambat inovasi.

Poin ketiga, Nadiem kembali bicara soal investasi. Nadiem menginginkan peningkatan investasi dan inovasi kebijakan pemerintah harus kondusif untuk menggerakkan sektor swasta, agar meningkatkan investasi, terutama di sektor pendidikan.

Poin keempat, Nadiem menginginkan pendidikan Indonesia dengan kerangka penciptaan lapangan kerja. Semua kegiatan program pendidikan pemerintah, berorientasi pada penciptaan lapangan kerja.

"Utamakan pendekatan pendidikan dan pelatihan vokasi yang baru dan inovatif," ujar eks bos Gojek itu.

Poin terakhir, Nadiem berbicara soal pemberdayaan teknologi. Nadiem menginginkan teknologi menjadi penunjang sumber daya manusia. Ia menginginkan, pendidikan berfungsi untuk memperkuat teknologi sebagai alat pemerataan.

"Baik di daerah terpencil, maupun kota besar mendapatkan kesempatan dan dukungan yang sama untuk pembelajaran. Teknologi membuka jalan kustomisasi kearifan lokal," kata Nadiem.

Terkait pembangunan SDM di daerah terpencil, anggota Komisi X DPR Rico Sia,  menyatakan pihaknya mendorong penyelarasan program kerja pendidikan berbasis teknologi, di antaranya di Papua Barat. Legilator dari Papua Barat ini menginginkan  solusi terbaik yang bisa diambil untuk menciptakan SDM unggulan berjiwa Pancasila untuk Indonesia Maju.

Ia berpandangan, bahwa sistem pendidikan di Papua Barat secara umum belum berjalan maksimal. Pada sisi lain tuntutan teknologi modern semakin canggih, sementara SDM belum sepenuhnya siap.

Pertemuan dengan IGI

Sehari sebelum menghadiri rapat kerja dengan Komisi X DPR, Nadiem mengadakan pertemuan dengan Ikatan Guru Indonesia (IGI) bersama 22 organisasi guru dan komunitas guru. Di dalam pertemuan tersebut, IGI mengajukan sejumlah hal terkait revolusi pendidikan dasar dan menengah di Indonesia.

Hal pertama yang diajukan adalah Bahasa Indonesia, Matematika, Bahasa Inggris, dan pendidikan karakter berbasis Agama dan Pancasila menjadi mata pelajaran utama di sekolah dasar. "Dan karena itu, pembelajaran bahasa Inggris di SMP dan SMA dihapuskan karena seharusnya sudah dituntaskan di SD. Pembelajaran bahasa Inggris fokus ke percakapan, bukan tata bahasa," kata Ketua Umum IGI, Muhammad Ramli Rahim, Senin (4/11).

Selanjutnya, jumlah mata pelajaran di SMP menjadi maksimal lima mata pelajaran dengan basis utama pembelajaran pada coding. Sementara itu, mata pelajaran di SMA menjadi maksimal enam tanpa penjurusan lagi.

"Mereka yang ingin fokus pada keahlian tertentu dipersilakan memilih SMK," kata dia.

Adapun, pengamat pendidikan, Muhammad Nur Rizal mengatakan, pendidikan karakter perlu diterapkan di sekolah baik SD, SMP maupun SMA. Namun, pendidikan karakter berbasis agama tidak perlu dimasukkan dalam mata pelajaran (mapel).

Menurutnya, dengan berbasiskan agama dapat menjadi dogma. Yang mana, efeknya akan membuka ruang multi interpretatif karena pengaplikasiannya tergantung kepada subjektifitas guru.

"Hal ini justru rawan disalahgunakan pihak tertentu yang memiliki 'agenda khusus' yang bertentangan dengan ideologi Pancasila dan NKRI menggunakan atas nama pelajaran agama dan pendidikan karakter," kata Rizal kepada Republika.

Untuk itu, pendidikan karakter yang diterapkan harusnya dengan strategi pembelajaran sosial emosional. Menurutnya, ada empat tahapan proses pendidikan karakter yang seharusnya dilakukan.

Pertama, provokasi dengan memberi stimulus kepada siswa baik melalui video, cerita atau film pendek. Kedua, melalui diskusi dan modeling.

 

Rizal menjelaskan, di poin kedua ini siswa diajak mendiskusikan kasus yang dilihat untuk membedakan mana yang faktual. Tentunya berdasarkan pengamatan dan rangkaian peristiwa untuk menajamkan penalaran, menghaluskan perasaan, memahami emosi, menajamkan empati dan simpati terhadap orang-orang yang terlibat dalam suatu kasus.

"Bentuk diskusi bisa dalam bentuk FGD, circle time, pagi berbagi, dan lain-lain," ujarnya.

Ketiga, role playing yang berarti siswa diajak untuk bermain peran dalam memperluas suatu kasus. Sehingga, siswa terlatih untuk empati dan membangun rasa hormat kepada orang lain.

Keempat yakni refleksi. Artinya, siswa diajak untuk mengidentifikasi respon emosi, membangun kesadaran diri serta merencanakan aksi ke depan dalam menanggapi kasus.

"Melalui empat framework tersebut maka pendidikan karakter akan lebih membumi dan berdampak nyata hasilnya pada perilaku, perasaan dan sikap anak ttg karakter moral," jelasnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement