Kamis 24 Oct 2019 00:55 WIB

Peran Santri dalam Perdamaian Dunia

Tema Hari Santri Nasional 2019 adalah santri Indonesia untuk perdamaian dunia

Perayaan hari santri nasional di Lapang Dadaha, Kota Tasikmalaya, Selasa (22/10).
Foto: dok. Istimewa
Perayaan hari santri nasional di Lapang Dadaha, Kota Tasikmalaya, Selasa (22/10).

Hari Santri tanggal 22 Oktober lalu, diperingati dengan meriah di berbagai kota. Dengan semangat membela tanah air dan mempertahankan kemerdekaan, para santri bersatu mencurahkan segenap tenaga demi sumbangsih mereka pada negara.

Di awal peringatannya, sejarah Hari Santri Nasional bermula dari resolusi jihad yang dicetuskan oleh pendiri NU KH Hasyim Asy’ari, pada 22 oktober tahun 1945. Resolusi jihad itu bertujuan untuk mencegah kembalinya tentara belanda yang mengatasnamakan NICA ke Surabaya.

Para santri turut andil dalam perjuangan kemerdekaan. Dengan iman yang tinggi pada Allah, menggelorakan semangat jihad mereka. Tema Hari Santri Nasional 2019 adalah 'Santri Indonesia Untuk Perdamaian Dunia'.

Isu perdamaian diangkat berdasar fakta bahwa sejatinya pesantren adalah laboratorium perdamaian. Sebagai laboratorium perdamaian, pesantren merupakan tempat menyemai ajaran Islam rahmatan lil alamin, islam ramah dan moderat dalam beragama.

Asisten Ekonomi, Pembangunan dan Kesejehteraan Rakyat Setda Indramayu, Maman Koestaman ketika menjadi Inspektur Upacara pada Peringatan Hari Santri Nasional tingkat Kabupaten Indramayu, Selasa (22/10) di Alun-alun Indramayu.

Hanya saja sayangnya, isu moderat masih menjadi fokus perhatian peringatan Hari Santri. Dengan asumsi bahwa moderasi dalam beragama lebih sesuai bagi masyarakat yang plural dan multikultural. Dengan cara seperti inilah keragaman dapat disikapi dengan bijak serta toleransi dan keadilan dapat terwujud. 

Sementara Islam dengan akidahnya yang lurus, mampu tegak di seluruh ruang dan waktu. Islam cocok di Jazirah Arab di masa Rasulullah dan Khulafaur Rasyidin. Ia juga tepat di masa sesudahnya hingga akhir zaman. Oleh sebab itu Islam menjadi rahmat bagi semesta alam.

Semangat Islam moderat, hanya akan mengebiri akidah yang sahih. Campur tangan akal manusia yang terbatas dalam pengaturan umat, tidak akan mampu mengatasi seluruh persoalan. Sebab selamanya manusia tidak layak bersanding dengan Penguasa langit dan bumi.

Oleh sebab itu merawat perdamaian dunia, tidak akan mampu dilakukan dengan asas Islam moderat. Maka mengembalikan Islam sebagai akidah yang tertinggi adalah sebaik-baik sikap. Dengan penerapan Islam kafah, akan terwujud ummatan waahidatan, umat yang satu. Sebagaimana dahulu pernah berjaya 13 abad lamanya di dua pertiga dunia.

Pengirim: Lulu Nugroho, Muslimah Penulis dari Cirebon.

Disclaimer: Retizen bermakna Republika Netizen. Retizen adalah wadah bagi pembaca Republika.co.id untuk berkumpul dan berbagi informasi mengenai beragam hal. Republika melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda baik dalam dalam bentuk video, tulisan, maupun foto. Video, tulisan, dan foto yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim. Silakan kirimkan video, tulisan dan foto ke [email protected].
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement