Selasa 22 Oct 2019 09:07 WIB

Mencari Sebab Ikan Paus Terdampar

Perubahan iklim menyebabkan perubahan arus dan massa air laut.

Seorang petugas dari Balai Pengelolaan Sumber Daya Pesisir dan Laut (BPSPL) Padang, mengukur seekor Ikan Hiu Paus (Rhincodon typus) yang terdampar di pantai Teluk Betung, Kecamatan Batang Kapas, Kabupaten Pesisir Selatan, Sumatera Barat, Selasa (8/10/2019).
Foto: Antara/Muhammad Arif Pribadi
Seorang petugas dari Balai Pengelolaan Sumber Daya Pesisir dan Laut (BPSPL) Padang, mengukur seekor Ikan Hiu Paus (Rhincodon typus) yang terdampar di pantai Teluk Betung, Kecamatan Batang Kapas, Kabupaten Pesisir Selatan, Sumatera Barat, Selasa (8/10/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, Kalangan akademisi menjelaskan fenomena ikan paus yang terdampar di pesisir Sumatra Barat beberapa waktu lalu. Ketua Program Studi Sumber Daya Perairan, Pesisir, dan Kelautan Pascasarjana Universitas Bung Hatta (UBH) Harfiandri Damanhuri mengatakan, salah satu faktor penyebabnya adalah sebaran limbah domestik yang masuk ke laut dari daratan.

Menurut dia, sampah-sampah buatan manusia itu terbawa arus permukaan laut sehingga mengubah kondisi perairan yang dilalui migrasi ikan paus. “Pembuangan sampah, terutama sampah domestik, dapat meningkatkan kadar nitrogen dan fosfor dalam air laut yang dapat menyuburkan kondisi perairan sehingga sumber makanan ikan paus menjadi banyak,” ujar Harfiandri saat dihubungi dari Padang, Sumatra Barat, Senin (21/10).

Baca Juga

Selain itu, dia meneruskan, perubahan iklim menyebabkan perubahan arus dan massa air laut. Hal itu pun memicu peningkatan kesuburan dan kadar oksigen air laut. Pada akhirnya, ketersediaan pakan yang diburu ikan paus pun bertambah banyak.

“Tingkat kesuburan perairan juga disebabkan pemanasan global dan pengaruh asap yang menghalangi cahaya matahari masuk ke dasar laut. Akibatnya, densitas air menjadi lebih lambat bergerak sehingga terjadi penumpukan sumber makanan paus di lapisan permukaan perairan laut,” kata dia memaparkan.

Fitoplankton, termasuk ubur-ubur, merupakan sumber makanan umumnya ikan paus. Siklus air laut yang melambat dapat menyebabkan fitoplankton naik ke permukaan. Paus pun dapat “tergoda” untuk memburunya sehingga tersesat ke area dekat pantai.

Menurut Harfiandri, sistem navigasi alami pada ikan paus dapat terganggu akibat perubahan iklim. Oleh karena itu, beberapa ikan paus tertinggal dari rombongannya saat berburu makanan.

Harfiandri mengungkapkan, kasus ikan paus terdampar sudah muncul sejak lama. Sebagai contoh, pada 1980-an terdapat seekor ikan paus yang terhempas ke Pantai Punggasan, Kabupaten Pesisir Selatan, Sumatra Barat.

Kasus serupa juga pernah terjadi di Kabupaten Pasaman, Sumatra Barat, pada 1970. Bekas tulang belulang ikan paus yang terdampar kini masih bisa dilihat di Taman Kinantan Bukittinggi.

Harfiandri mengatakan, maraknya ikan paus di perairan Sumatra dapat dipahami. Pasalnya, wilayah tersebut dilalui jalur migrasi hewan itu. “Seperti yang kita lihat, pantai barat (Sumatra) merupakan salah satu jalur migrasi ikan paus yang kaya akan sumber pakan,” ujar dia.

 

photo
Seekor ikan paus terdampar di perairan pantai Desa Jangkar, Jangkar, Situbondo, Jawa Timur, Jumat (2/3).

Pada Sabtu (19/10) lalu, seekor ikan paus hiu tutul dilaporkan terdampar di Pantai Tan Sridano, Kecamatan Batang Kapas, Pesisir Selatan, Sumatra Barat. Ikan yang memiliki panjang 6,3 meter itu terjerat pukat milik nelayan tradisional setempat.

Menurut Harfiandri, hewan dengan nama Latin Rhincodon typus itu mungkin sedang memburu plankton ketika akhirnya terhempas ke pesisir. Ikan paus hiu tutul itu pun akhirnya dilaporkan mati meskipun para nelayan setempat telah berupaya membebaskannya dari jeratan pukat.

Pada 7 Oktober 2019, seekor ikan paus hiu tutul diketahui terdampar di Pantai Taluak Batuang, Kecamatan Batang Kapas, Kabupaten Pesisir Selatan. Hewan dengan panjang 7,3 meter itu sempat terperangkap pukat tepi nelayan tradisional di sana.

Masyarakat pesisir setempat sudah bahu-membahu untuk mendorong ikan malang itu kembali ke lautan, tetapi tak berhasil. Ikan paus hiu itu kemudian mati karena sudah sekian jam dalam kondisi lemah.

Harfiandri mengingatkan pentingnya menjaga ekosistem laut. Hal itu bertujuan agar arus alami migrasi ikan paus atau hewan-hewan laut pada umumnya tidak berubah. Menurut dia, seluruh pihak bertanggung jawab untuk memelihara lingkungan hidup dari sebaran limbah buatan manusia. n antara ed: hasanul rizqa

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement