Senin 21 Oct 2019 18:46 WIB

Rumah Idaman yang Penuh Kenyamanan

Mencari pasangan sesuai perintah Rasulullah akan membawa ke rumah idaman

Pasangan suami istri (ilustrasi)
Foto: Prayogi/Republika
Pasangan suami istri (ilustrasi)

“Rumahmu tak akan menjadi sebuah sangkar, melainkan tiang utama sebuah kapal layar.” (Khalil Ghibran)

Samudera yang luas, ganas, penuh dengan hantaman ombak yang keras, terpaan badai yang sewaktu-waktu datang menyerbu, tentu ia menghendaki sebuah kapal yang terbaik. Terbuat dari bahan-bahan terbaik, perlengkapan kapal yang terbaik, awak kapal yang terbaik, dan nahkoda kapal yang terbaik pula.

Tentu akan hancur dan karam di tengah samudera apabila kapal itu hanyalah kapal biasa yang tak tahan akan serangan dan hantaman samudera. Hanya saja, siapa perancang dan pembuat kapal itu? Siapa awak kapalnya? Siapa Nahkoda kapalnya?

Ikhwah fillah, menikah bukan hanya soal sarana kebutuhan biologis semata. Dikatakan menikah adalah ibadah tersebab padanya ada pahala. Ada pula dosa apabila salah menjalaninya. Maka membangun kapal diatas memerlukan bahan-bahan yang terbaik, baik agamanya, baik akhlaknya, baik pengetahuannya, dan kebaikan-kebaikan lainnya.

Andai saja kapal itu terbuat dari bahan-bahan yang buruk, buruk agamanya, buruk akhlaknya, dan buruk pula pengetahuannya. Mungkin ia hanya akan menjadi sebuah kapal bajak laut yang tidak peduli mana yang halal dan haram. Mudah merampas hak-hak orang lain. Dan merasa paling berkuasa di lautan, tetapi ia lupa pada Rabbnya yang meliputi seluruh bumi dan isinya.

Saya jadi teringat dengan angkuhnya si pembuat kapal Titanic. Dengan sombongnya ia katakan, “Bahkan Tuhan pun tak akan mampu menenggelamkan kapal ini.” SubnahaAllah, hanya menciptakan kapal saja sudah merasa lebih kuat dan menantang Rabbnya. 

Saya khawatir dan takut, apabila saya dan pembaca sekalian terjerumus dengan sebuah fitnah sebelum memilih siapa yang akan menjadi pendamping hidup kita. Saya khawatir keangkuhan dan kesombongan si pembuat kapal Titanic itu menjangkiti hati kita.

Sebab, betapa banyak para pemuda dan pemudi yang ketika memilih pasangannya mengabaikan perkara agamanya. Mereka lebih memilih kecantikan atau ketampanan dan menakar seberapa banyak jumlah harta yang dimilikinya. Atau bahasa halusnya adalah yang terlihat mapan masa depannya.

Tersebab kesombongan itu, pengabaian terhadap nasehat Rasulullah untuk memilih agamanya yang tentu kita akan terselamat dari fitnah. Maka para pengabai itu kelak akan menyesal, kenapa pasangannya tidak sebaik yang dibayangkan, tak sebaik ketika masih pacaran, kenapa pula rumah tangga berasa kering dan hampa, rumah bagaikan kapal pecah, atau seperti sangkar burung yang usang menyisakan pecahan kulit telur dan beberapa helai bulu.

Tersebab keangkuhan itu, dulu yang mengatakan ‘Ah, nanti kita bisa kok belajar agama bersama-sama’ tetapi qadarullah, kegemerlapnya dunia menyilaukan pandangannya, kesibukan kerja melupakan dia dari ibadanya.

Oh, betapa beruntungnya yang memiliki rumah idaman. Rumah yang didalamnya dipenuhi ibadah dan kebaikan-kebaikan. Setiap yang dilakukan bernilai ibadah. Setiap yang dikerjakan berasa ringan penuh kenikmatan. 

Oh, betapa inginnya saya menjadi penghuni rumahnya. Kelak di dalamnya, ada seorang anak-anak yang menangis bukan karena iri dengan mainan baru milik teman-temannya. Tetapi ia menangis karena iri hafalan qur’an temannya melebihinya.

 Betapa bahagianya, ketika kelak sang istri tidak sibuk berbelanja urusan dunia, tetapi ia disibukkan dengan membelanjakan hartanya untuk urusan surga. Betapa bahagiannya, ketika sang suami sebelum pergi bekerja di bisiki mesra, “Mas, aku mampu menahan lapar dunia. Tetapi aku tak mampu menahan panasnya api neraka. Bawalah yang halal, tinggalkan yang haram.”

Betapa bahagiannya, ketika kelak sang suami adalah seorang pengganti ayah yang melindungi dan menafkahi. Menjaga keluarga dari panasnya api neraka, tetapi meneduhkan bagaikan teduhan-teduhan pohon di dalam surga.

Kebahagian-kebahagian itu ada karena Allah benar-benar menurunkan berkahnya pada seluruh penghuni kapalnya. Dan mempertemukan awak kapal dengan nahkoda kapal yang sama-sama taat dan tunduk pada Rabbnya, Allah Sang Maha Cinta.

Akhukum Fillah,

Pengirim: Miftachul W Abdullah asal Malang

Disclaimer: Retizen bermakna Republika Netizen. Retizen adalah wadah bagi pembaca Republika.co.id untuk berkumpul dan berbagi informasi mengenai beragam hal. Republika melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda baik dalam dalam bentuk video, tulisan, maupun foto. Video, tulisan, dan foto yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim. Silakan kirimkan video, tulisan dan foto ke [email protected].
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement