Jumat 18 Oct 2019 19:55 WIB

Hermeneutika Dinilai Punya Peran Sentral di Era Disrupsi

Penafsir harus melakukan reaktualisasi dalam membaca teks-teks Alquran.

Rep: my27/ Red: Fernan Rahadi
Hermeneutika (ilustrasi)
Foto: Blogspot.com
Hermeneutika (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Hermeneutika yang merupakan proses menafsirkan teks, yakni seluruh teks secara umum, dinilai sebagai ilmu yang penting di era disrupsi ini. Terutama di tengah menjamurnya teks-teks keagamaan yang miskin makna di Indonesia.

"Hermeneutika berfungsi untuk menafsirkan teks-teks kitab suci untuk memberikan wacana keagamaan yang inklusif," ungkap Prof Syafaatun Al-Mirzanah pada penyelenggaraan 'International Conference on Scripture And Its Readers: Hermeneutics Today', di UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, Jumat (18/10) sore.

Acara tersebut mendatangkan para pakar Hermeneutika dari berbagai negara di dunia, mulai dari pakar Hermeneutika dari Utrech University, Belanda, Madhaheb University, Iran, dan berbagai kampus di Indonesia.

Pakar Hermeneutika UIN Sunan Kalijaga, Sahiron Syamsuddin, menyatakan Hermeneutika merupakan inspirasi kajian teks yang berasal dari Barat.

"Saya menemukan teori Ma’na cum-Maghza dalam kajian Alquran yang merupakan pembacaan didasarkan pada perhatian yang sama terhadap makna dan signifikansinya (Ma’na cum-Maghza) terletak Hermeneutika yang seimbang (balanced hermeneutics)," ujarnya.

Sahiron menambahkan, Hermeneutika juga disebut tafsir, bahwa dalam Ma’na cum-Maghza mencoba memahami teks Quran, sebagaimana Assyatibi mengatakan dalam kitab Al-Mufawaqot. "Menggali apa yang mungkin dimaksud Allah ketika menurunkan Alquran harus digapai oleh penafsir," katanya.

Selain itu, lanjut Sahiron, penafsir juga harus melakukan reaktualisasi di zaman sekarang ini dalam membaca teks-teks dalam Alquran. "Kita harus memberikan tafsir yang kontekstual dalam melihat fenomena sosial dewasa ini, untuk mengurai problem sosial di masyarakat," paparnya.  

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement