Kamis 17 Oct 2019 16:15 WIB

'Kultur Kompetisi di Dunia Pendidikan tak Lagi Relevan'

Orientasi kebijakan pendidikan pemerintah harus berubah sesuai tuntutan zaman.

Pendiri Gerakan Sekolah Menyenangkan, Muhammad Nur Rizal
Foto: Republika/Bowo Pribadi
Pendiri Gerakan Sekolah Menyenangkan, Muhammad Nur Rizal

REPUBLIKA.CO.ID, TANGERANG SELATAN --  Kultur kompetisi dinilai sudah tidak relevan di pendidikan. Saat ini adalah waktunya berpaling pada kultur kolaborasi antarsekolah.

Pendiri Gerakan Sekolah Menyenangkan (GSM), Muhammad Nur Rizal, mengatakan, jika dalam permainan, kultur kompetisi ini layaknya seperti permainan 'Finite Games' yang harus memiliki pihak yang menang dan kalah dalam batas waktu permainan tertentu. 

"Jadi kultur kompetisi ini tidak tepat jika ditujukan untuk menyiapkan sumber daya manusia yang berkualitas karena pengembangan SDM butuh medan area 'Infinite Games'," kata Rizal saat ‘Festival Pembelajaran Berbasis Problem (PBL)’ di SMPN 20 Tangsel, Kamis (17/10).

Menurut Rizal, SDM adalah medan area yang pengembangannya dilakukan terus-menerus tanpa batas waktu. "Sehingga yang dibutuhkan justru energi dan keinginan untuk terus meningkatkan diri baik dalam perencanaan, proses, hingga hasil," ujar Rizal.

Rizal mengingatkan, paradigma masyarakat akan pendidikan harus berubah. Begitu pula orientasi kebijakan pendidikan pemerintah juga harus berubah agar sesuai dengan tuntutan zaman. 

"Dalam prosesnya, nalar standardisasi yang mengacu pada konten harus berubah menjadi nalar personalisasi yang mengutamakan pengembangan keterampilan sosial dan untuk menyiapkan warga dunia di era tanpa batas ini," katanya.

Dengan demikian, nantinya kultur kolaborasi akan otomatis terbentuk. "Dan ini adalah satu skill yang dibutuhkan bangsa untuk menghadapi tantangan era revolusi teknologi informasi yang kian rumit," katanya.

Wali Kota Tangerang Selatan, Airin Rachmi Diany, sepakat dengan Rizal. Menurut dia, dalam dunia kerja perusahaan tidak butuh satu orang yang pintar saja, tapi bagaimana seseorang bisa bekerja sama dan itu harus diterapkan sedini mungkin.

"Anak tidak hanya dikejar untuk mengejar nilai sempurna yang ujung akhirnya tidak menikmati keseharian di sekolah,” katanya yang turut hadir dalam festival pendidikan tersebut.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement