Senin 14 Oct 2019 23:00 WIB

Soal Badan Riset Nasional, Menristekdikti: Tunggu Presiden

Badan riset nasional akan berperan penting mengkoordinasi riset-riset di Indonesia.

Rep: Inas WIdyanuratikah/ Red: Yudha Manggala P Putra
Menristekdikti, Mohamad Nasir. Ilustrasi
Foto: Republika/Bowo Pribadi
Menristekdikti, Mohamad Nasir. Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) Mohamad Nasir mengatakan badan riset nasional akan dibentuk dan diputuskan oleh presiden. Nasir menuturkan, badan riset nasional akan memiliki peran yang sangat penting untuk mengkoordinasi riset-riset yang ada di Indonesia.

Saat ini, ia masih belum mengetahui bagaimana bentuk badan riset nasional yang akan diputuskan presiden dan meminta kepada semua pihak untuk menunggu. "Belum, itu nanti urusannya presiden. Tunggu saja tanggal 20," kata Nasir ketika ditemui di Kantor BPPT, Jakarta Pusat, Senin (14/10).

Ia berpendapat, badan riset nasional penting karena selama ini masalah kerap terjadi ketika masing-masing bagian riset dan pengembangan kementerian/lembaga melakukan hal yang sama. Tidak sedikit pula kementerian/lembaga yang bekerja sama dengan perguruan tinggi karena kekurangan sumber daya manusia dalam penelitian.

Pada akhirnya, banyak riset tadi yang bermuara ke perguruan tinggi dan berkaitan dengan Kemenristekdikit. Nasir beranggapan, proses tersebut tidak efektif dan menghabiskan terlalu banyak biaya. Ia berharap, badan riset nasional nantinya bisa mengkoordinasi hal-hal semacam itu.

Masalah tersebut, kata Nasir sudah ia sampaikan kepada Presiden Joko Widodo untuk nantinya ditindaklanjuti. "Mereka (kementerian/lembaga) juga melakukan kerja sama dengan perguruan tinggi, kembali lagi ke Kemenristekdikti. Akhirnya dua kali anggaran akan muncul. Nah itu, bisa nggak dijadikan satu, kalau dijadikan satu itu ya badan riset nasional itu," kata Nasir menjelaskan.

Sementara itu, Kepala Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Laksana Tri Handoko menuturkan selama ini salah satu masalah riset di Indonesia adalah critical mass yang kecil. Hal tersebut, kata dia, mengurangi kapasitas dan kompetensi untuk melakukan riset. Indonesia pun akhirnya tidak bisa berkompetisi dengan riset global.

Meskipun demikian, ia masih belum mendapatkan informasi apakah badan riset nasional akan menggabungkan seluruh lembaga penelitian di Indonesia. "Riset kita kan problemnya critical mass-nya rendah. Jadi, total besar, tapi karena diecer-ecer jadinya kecil. Makanya itu baiknya dijadikan satu," kata Handoko.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement