Senin 14 Oct 2019 12:50 WIB

Budaya Jepang Diperkenalkan di Kampung Sewu

Pusat studi Jepang UNS gelar pertukaran budaya Jepang di Kampung Sewu

Rep: Binti Sholikah/ Red: Esthi Maharani
Warga melintasi jembatan bambu di atas Sungai Bengawan Solo yang menghubungkan Desa Mojolaban, Sukoharjo dengan Kampung Sewu di Solo, Jawa Tengah, Rabu (19/6/2019).
Foto: Antara/Mohammad Ayudha
Warga melintasi jembatan bambu di atas Sungai Bengawan Solo yang menghubungkan Desa Mojolaban, Sukoharjo dengan Kampung Sewu di Solo, Jawa Tengah, Rabu (19/6/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, SOLO - Pusat Studi Jepang (PSJ) Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo bersama URDC LABO Fakultas Teknik UNS berkolaborasi dengan lembaga swadaya masyarakat Harapan Association Kyushu, Jepang –Indonesia Cultural Exchange mengadakan kegiatan pertukaran kebudayaan Jepang di Kelurahan Kampung Sewu, Kecamatan Pasar Kliwon, Solo, akhir pekan lalu.

Acara didukung dari Kelurahan Kampung Sewu, Forum Anak Kampung Sewu dan Komunitas SIBAT SEWU. Kegiatan workshop yang dihadiri sekitar 40 anak tersebut diselenggarakan di Pendopo Kelurahan Sewu.

Kepala PSJ UNS, Kusumaningdyah, mengatakan, melalui kegiatan pertukaran kebudayaan Jepang- Indonesia diharapkan adanya pertukaran pengetahuan akan kebudayaan Jepang, khususnya untuk masyarakat umum di Kelurahan Sewu.

Dalam kegiatan ini, PSJ UNS dan URDC Labo melakukan kegiatan sosialisasi hidup sehat melalui tool kit sapu tangan yang berisikan ikon si Empu Sewu. Karakter si Empu Sewu berasal dari riset menemukan karakter lokal yang dilakukan oleh URDC Labo sejak 2018.

Kemudian, bersama dengan Harapan Association Kyushu, Jepang-Indonesia Cultural Exchange, PSJ melakukan kegiatan pertukaran kebudayaan bersama anak-anak berusia 6-8 tahun di Kelurahan Sewu.

Pertukaran kebudayaan dilakukan dalam bentuk workshop Kamishibai dan workshop Origami (seni melipat kertas) yang dipandu oleh enam mentor Harapan Association. Kamishibai merupakan sandiwara art performance yang diceritakan dengan gambar dan dialog. "Kami" berarti kertas dan "shibai" artinya sandiwara.

Dalam konteks kebudayaan Indonesia, kamishibai bisa dikatakan mirip dengan wayang beber. Sambil menunjukkan gambar, satu orang membaca teks. Asal usul Kamishibai berasal dari tradisi Biara Budha Jepang dimana para biksu dari abad ke-8 menggunakan emakimono (gulungan gambar) sebagai alat peraga untuk menceritakan sejarah biara-biara mereka. Sandiwara kertas ini sangat populer sekitar tahun 1930.

“Dengan kegiatan workshop kamishibai dan origami ini harapannya tumbuh olah rasa pada generasi muda melalui seni pertunjukan kebudayaan Jepang," kata Kusumaningdyah seperti tertulis dalam siaran pers, akhir pekan lalu.

Lurah Sewu, Henoch Sadono, menyatakan sangat mendorong kegiatan berkesenian yang diperuntukkan bagi generasi muda terutama untuk anak –anak di Kelurahan Sewu.

"Kami dari kelurahan sangat mendukung kegiatan ini. Melalui kegiatan ini kami berharap pengetahuan anak-anak akan budaya internasional khususnya Jepang bisa bertambah," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement