REPUBLIKA.CO.ID, Dinas Kesehatan Kota Kendari mencatat selama periode Januari hingga Juli 2019 terdapat 24 orang pengidap HIV/Aids didominasi lelaki seks lelaki atau homoseksual. Dari ke-24 orang pengidap HIV itu 12 orang merupakan homo seksual atau LSL, dua orang Ibu Rumah Tangga (IRT), dan delapan orang heteroseksual serta 2 orang biseksual.
Dikutip dari Poskaltim.com, Kadiskes Kendari drg. Rahminingrum mengatakan data ini dikumpul dari dua tempat pemeriksaan HIV, yakni di RSUD Kota Kendari dan Puskesmas Lepo-Lepo, Kota Kendari.
Menurutnya Kelompok LSL merupakan komponen penyebaran virus HIV. Selain mereka ada kelompok waria dan wanita pekerja seks yang sama-sama berpotensi menularkan penyakit ini.
Sungguh miris, penyakit yang mematikan masih saja menggurita di negeri ini. Bahkan, penyebarnya pun juga masih bebas berkeliaran yaitu kaum gay atau homoseksual.
Mereka senang gonta ganti pasangan yang sejenis. Dan tak dapat disangkal, keberadaan mereka malah mendapatkan dukungan dari sebagian elemen.
Sejatinya, kaum homo seksual dapat merusak tatanan sosial bangsa, salah satunya dengan melebarnya penularan HIV/AIDS di tengah masyarakat, terkhusus remaja. Tingginya penderita HIV yang berasal dari kaum homoseksual menunjukkan bahayanya 'penyakit' ini
Dalam Islam, kaum ini ini dilaknat Allah SWT. Mengingat kaum tersebut telah menyalahi kodrat illahi. Hal itu karena manusia hanya diciptakan oleh Allah dalam dua jenis, yaitu laki-laki dan perempuan, bukan yang lainnya.
Islam memberikan sanksi tegas terhadap pelaku homo seksual. Hal ini dilakukan oleh Islam untuk menjaga fitrah manusia itu sendiri. Pun juga menjaga masyarakat dari kejahatan moral.
Oleh sebab itu, seharusnya negara lebih tegas terhadap kaum homo. Yang mana negara harus berkaca terhadap peristiwa Nabi Luth yang kaumnya telah dibumihangguskan oleh Allah akibat aktivitas penyuka sesama jenis tersebut. Sehingga negara ini bisa terbebas dari penyakit mematikan dan azab Allah.
Pengirim: Siti Komariah, S. Pd. I (Komunitas Peduli Umat Konda), Konda, Sulawesi Tenggara