Senin 07 Oct 2019 05:35 WIB

Pedas Manis

Aku tidak cemburu sepanjang waktu karena akan banyak lelaki yang memandang wajahmu.

Pedas Manis
Foto:

Keluarga Nadia adalah gologan menengah atas dari segi ekonomi. Rumahnya luas dan mewah, tapi aku datang kemari bukan karena ekonominya, tapi memang karena cinta. Dia adalah Nadia. Namun, bukannya disambut, dia malah bersembunyi.

Timbul dalam hati ada niat ingin menghukumnya nanti kalau sudah suami-istri. Seperti hukuman: harus membuatkanku minuman jus selama seminggu. Karena memang mestinya kalau ada tamu haruslah dia yang menghidangkanku minuman. Oh iya, mungkin karena belum halal, jadi dia punya alasan untuk bersembunyi.

Setelah satu jam istirahat, acara lamaran pun digelar di ruang tamu. Aku dan keluargaku sudah berada di ruang tamu, demikian juga keluarga Nadia. Terkecuali Nadia yang belum hadir. Sebelum pembicaraan dimulai, ibunya memanggilnya dan Nadia pun keluar dari kamarnya. Kulihat, masya Allah, bukan main indahnya ciptaan Allah.

Dia keluar dengan pakaian jilbaber, kerudung cokelat, tampak ayu! Foto cantik yang dia kirim dikalahkan dengan yang aslinya. Sekarang aku makin mengakui kecantikan gadis Jawa yang satu ini! Yang sebentar lagi bakal jadi calon istriku! Ibuku langsung berdiri, memeluk dan mencium kedua belah pipi Nadia calon menantunya.

Kulihat pipi Nadia mulai memerah, padahal ibuku tidak memakai lipstik. Entah karena malu atau saking putihnya, sepertinya disentuh angin pun akan memerah.

"Duh, cantiknya kamu, Nak!" komentar kedua ibuku sewaktu mencium Nadia.

"Astaghfirullah.." ucapku menyadarkan lamunanku karena menatap wajahnya. Bukan main indahnya! Tidak patut kusebutkan dan kugambarkan bentuk kecantikan perempuan salehah yang jadi istriku ini sehingga aku berpikir ingin menyuruhnya bercadar, agar aku tidak cemburu sepanjang waktu karena akan banyak lelaki yang memandang wajahnya!

Kami rasa tidak perlu lagi acara khitbah, langsung saja menikah. Jadi, keluarga dari mempelai laki-laki tidak repot pulang pergi ke Aceh. Begitu saran terbaik keluarga Nadia.

"Kami senang dan setuju." Sahut ibuku dengan segera.

Aku peluk ibuku, aku sujud syukur mendengar komentar ibuku. Bukan main senangnya hati ini. Hari itu aku merasa benar-benar merdeka. Kau tahu, Kawan? Merdeka bagiku adalah saat aku mampu menyakinkan ibuku, saat aku mampu merangkul dua pulau; Jawa dan Sumatra, saat kedua keluarga kami tidak lagi merasa asing dan berselisih soal adat dan suku, saat aku bisa menyatukan dua rasa;

pedas dan manis. Merdeka itu adalah saat aku akhirnya menikah denganmu duhai kekasihku, istriku, Nadia.

Darrasah-Kairo Kamis, 2 Agustus 2018.

TENTANG PENULIS: DAUD FARMA, adalah mahasiswa Al Azhar University, Kairo, Mesir. Cerpen Pedas Manis meraih Anugerah Sastra VOI RRI 2019.j

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement