Jumat 04 Oct 2019 14:37 WIB

Ancaman Pencabutan KJP dan Pendekatan ke Siswa

Sepatutnya Disdik dan kepolisian lakukan pendampingan bukan ancaman pencabutan KJP

DEPOK--Sebanyak 175 pelajar SMA dan SMK diamankan aparat kepolisian Polresta Depok saat hendak berangkat ikutan demonstrasi ke Gedung DPR/MPR Jakarta. Para pelajar tersebut diamankan disejumlah kawasan, seperti di kawasan Limo, Parung dan Jalan Raya Bogor, Cimanggis, Kota Depok.
Foto: Republika/Rusdy Nurdiansyah
DEPOK--Sebanyak 175 pelajar SMA dan SMK diamankan aparat kepolisian Polresta Depok saat hendak berangkat ikutan demonstrasi ke Gedung DPR/MPR Jakarta. Para pelajar tersebut diamankan disejumlah kawasan, seperti di kawasan Limo, Parung dan Jalan Raya Bogor, Cimanggis, Kota Depok.

Gelombang aksi massa yang terus sambung menyambung beberapa waktu terakhir ini, benar-benar mewakili perasaan rakyat. Pasalnya apa yang menjadi tuntutan aksi sama persis dengan persoalan umat. 

Satu perasaan seperti ini adalah pertanda baik, bahwa di antara umat sudah memiliki perasaan yang sama. Apalagi jika dilandasi akidah. Maka akan menjadi kekuatan yang tinggi daya geraknya. Sehingga rida dan marah umat hanya karena Allah semata.

Akan tetapi tidak hanya itu, aksi turun ke jalan pun akhirnya meresahkan umat. Sebab tidak sedikit peserta aksi yang hilang, tidak tentu rimbanya, hidup atau mati. Bahkan ada yang kembali dengan luka di sekujur tubuh. Atau pulang tidak bernyawa.

Demokrasi yang diharapkan memberi ruang untuk aspirasi rakyat, ternyata hanya ilusi.

Ruang itu tidak pernah ada. Tidak ada suara umat yang didengar. Jikapun terdengar, tidak ada tindak lanjut menyelesaikan persoalan umat. Sampai tahapan ini, terpisah perasaan antara rakyat dengan penguasa.

Bahkan ketika beredar kabar pencabutan Kartu Jakarta Pintar (KJP) bagi siswa atau pelajar yang terlibat aksi demonstrasi pada 25-30 September 2019 lalu. Para pelajar berseragam abu-abu inipun tidak menggubrisnya. 

Uniknya, menghadapi wacana ini, ternyata tidak menyurutkan keinginan mereka untuk menuntut perubahan Undang-Undang (UU) yang kontroversial. Mereka tahu betul apa yang sedang terjadi di negeri ini. Mereka pun tahu apa yang mereka perjuangkan.

Akan tetapi Gubernur DKI menyampaikan bahwa tidak ada wacana pencabutan tersebut. Sebab siswa penerima KJP dari kondisi sosial ekonomi keluarga lemah.

Pemerintah pun memiliki tanggung jawab memastikan setiap anak usia sekolah mendapatkan pendidikan hingga tuntas. Jika dicabut, maka siswa tidak bisa sekolah.

Menanggapi aksi yang marak terutama di kalangan pelajar, seharusnya disikapi Dinas Pendidikan bekerja sama dengan aparat kepolisian, melakukan pendampingan dan pengarahan kepada siswa. Memberi cara yang benar untuk menyampaikan muhasabah kepada penguasa.

Begitu pula dari sisi penguasa negeri. Hendaknya memberi ruang dan jalan bagi rakyat untuk menyampaikan aspirasinya. Mengakomodir kebutuhan mereka serta menjalankan tugas pengurusan umat dengan sebaik-baiknya. Dengan ini rakyat sejahtera dan tidak akan ada lagi petaka yang mendera kehidupan umat.

Pengirim: Lulu Nugroho, Muslimah Penulis dari Cirebon

Disclaimer: Retizen bermakna Republika Netizen. Retizen adalah wadah bagi pembaca Republika.co.id untuk berkumpul dan berbagi informasi mengenai beragam hal. Republika melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda baik dalam dalam bentuk video, tulisan, maupun foto. Video, tulisan, dan foto yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim. Silakan kirimkan video, tulisan dan foto ke [email protected].
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement