Sabtu 21 Sep 2019 07:02 WIB

'Sekolah Pinggiran Punya Potensi Besar'

Lokasi terpencil, ukuran kecil, dan status non-favorit tidak seharusnya jadi hambatan

Rep: my28/ Red: Fernan Rahadi
Menteri Pendidikan Victoria, Australia, James Merlino (kedua dari kanan) saat berkunjung ke SMPN 2 Sleman untuk menghadiri diskusi yang digelar Gerakan Sekolah Menyenangkan (GSM), Jumat (20/9).
Foto: Hilyatul Asfia
Menteri Pendidikan Victoria, Australia, James Merlino (kedua dari kanan) saat berkunjung ke SMPN 2 Sleman untuk menghadiri diskusi yang digelar Gerakan Sekolah Menyenangkan (GSM), Jumat (20/9).

REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Kesenjangan pendidikan di Indonesia menjadi masalah yang belum terselesaikan. Di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), fenomena ini mudah ditemukan jika kita berkunjung ke sekolah-sekolah pinggiran yang kebanyakan berstatus non-favorit.

"Sekolah favorit cenderung didukung oleh infrastruktur yang mewah, guru, serta tenaga pengajar yang lebih berpengalaman.  Sementara itu sekolah pinggiran harus berjuang keras hanya sekedar untuk bertahan hidup," ujar pendiri Gerakan Sekolah Menyenangkan (GSM), Muhammad Nur Rizal dalam kegiatan diskusi GSM di SMPN 2 Sleman, Jumat (20/9). 

Padahal, menurut Rizal, sekolah pinggiran memiliki potensi yang sama dengan sekolah favorit, bahkan potensinya sangat besar. "Lokasi terpencil, sekolah kecil, dan status non-favorit tidak seharusnya menjadi penghambat dalam platform pendidikan Indonesia. Sekolah marginal juga mampu mengadopsi hal baru layaknya perubahan mindset dan orientasi pendidikan di era digital," tuturnya.

Rizal yang mendirikan GSM sebagai gerakan akar rumput di bidang pendidikan berupaya mengubah permasalahan kesenjangan tersebut. Ia menuturkan, GSM mengkolaborasikan praktik baik pendidikan global dengan potensi tak terbatas sekolah pinggiran di Indonesia guna menegaskan bahwa persaingan di era disrupsi ini hanya akan dimenangkan oleh sekolah yang gesit, fleksibel, dan mau bekerja sama. "Bukan oleh sekolah yang favorit ataupun mewah," katanya menegaskan.

Rizal mengungkapkan, arah pendidikan global tidak menuntut adanya infrastruktur yang mahal serta tidak menuntut seorang murid diajarkan pengetahuan, melainkan bagaimana siswa tersebut menjadikan pengetahuan tersebut memiliki nilai. "Guru dalam praktik GSM tidak hanya mengajarkan konten namun memperhatikan ketertarikan dan keinginan siswa tersebut," kata Rizal menambahkan.

Menteri Pendidikan Victoria, Australia, James Merlino kemarin mengunjungi SMPN 2 Sleman. Ia menyampaikan bahwa penerapan GSM yang dilakukan di SMP 2 Sleman tidak memiliki perbedaan yang besar dengan sistem pendidikan di Australia. "Para siswa terlihat sangat antusias dan bahagia dalam beraktivitas," ujarnya.

Menurut dia, konten akademik merupakan hal yang penting. "Tetapi kita harus tetap memperhatikan perasaan dan keinginan anak tersebut. Karena lingkungan sekolah menentukan kesadaran emosional anak," tuturnya.

Siswa Kelas IX SMPN 2 Sleman Mauliya Ayu menuturkan, sejak adanya pelatihan di akhir tahun 2018 dan sekolahnya mulai mempraktikkan konsep GSM dirinya merasakan sekali adanya perubahan. “jika biasanya setiap pelajaran setiap harinya kami dikasih PR, sekarang digantikan dengan proyek yang dikerjakan di sekolah dan dikerjakan secara bersama-sama," katanya.

Sementara itu, Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Sleman, Sri Wantini menyampaikan bahwa GSM merupakan konsep yang bagus untuk dapat diterapkan di seluruh sekolah di Sleman. Ia menuturkan beberapa guru yang sekolahnya mendapatkan pendampingan oleh pihak GSM telah berubah pola pikirnya.

"Dinas Pendidikan Kabupaten Sleman sudah melakukan koordinasi kepada GSM. Sehingga diharapkan sekolah negeri lainnya dapat mendapatkan pendampingan serupa seperti yang dilakukan di SMPN 2 Sleman," ujar Sri.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement