Senin 16 Sep 2019 19:27 WIB

Mewujudkan Budaya Literasi Sejak Dini

Teladan orang tua menjadi kunci utama budaya literasi sejak dini

Seorang anak membaca buku di perpustakaan keliling pada acara Festival Literasi 2019 di Halaman Gedung Sate, Kota Bandung, Sabtu (20/4).
Foto: Abdan Syakura
Seorang anak membaca buku di perpustakaan keliling pada acara Festival Literasi 2019 di Halaman Gedung Sate, Kota Bandung, Sabtu (20/4).

14 September biasa diperingati sebagai Hari Kunjung Perpustakaan. Sayangnya tidak sedikit masyarakat kini mulai bergeser kebiasaan dalam membaca, karena tidak hanya mencukupkan lewat perpustakaan. Sebab banyak media lain yang bisa membantu dalam mendapatkan informasi yang lebih cepat dan dapat diakses di mana saja, yakni melalui sebuah gawai. 

Selain itu, peringkat literasi bertajuk 'World's Most Literate Nations' yang diumumkan pada Maret 2016, produk dari Central Connecticut State University (CCSU). CCSU merilis peringkat literasi negara-negara dunia pada Maret 2016 dan Indonesia berada di urutan 60 dari 61 negara yang disurvei. 

Persoalan minimnya budaya literasi bukan tanpa sebab, karena hal itu dipengaruhi oleh banyak faktor. Adapun faktor tersebut di antaranya: Pertama, penggunaan gawai yang tak bijak. Sebagai contoh, tak sedikit orang tua untuk menenangkan buah hati agar tak rewel, mereka memberikan gawai yang berisi permainan. 

Kedua, menganggap sepele atau tidak penting. Persoalan ini pun tak kalah serius, sebab dari hal itu bisa menghasilkan sesuatu yang negatif. Misalnya, malasnya seseorang dalam membaca berita hingga tuntas tak jarang berujung pada penyebaran berita yang tidak benar. 

Lebih dari itu, tidak adanya teladan dari orang tua. Bagaimana mungkin orang tua menginginkan anaknya memiliki kecintaan terhadap literasi, sementara orang tuanya sendiri belum mampu memberikan contoh terhadap anak-anaknya.

Adapun upaya untuk mewujudkan budaya literasi sejak dini, yakni adanya peran lingkungan keluarga. Dalam hal ini orang tua merupakan contoh terdekat bagi seorang anak yang bisa dijadikan teladan. Karena itu orang tua terlebih dahulu harus memberi contoh konkret, sembari mengarahkan anaknya. 

Di sisi lain, orang tua juga membantu menyediakan hal-hal yang dapat menunjang budaya literasi. Seperti menyediakan buku bacaan di rumah atau membuat perpustakaan kecil. Bahkan dapat pula memberi hadiah berupa buku, jika mereka melakukan hal-hal positif.

Tak hanya itu, dalam kalam-Nya yang pertama turun berkaitan tentang perintah membaca. Ini menggambarkan betapa pentingnya aktivitas membaca. Aktivitas membaca pun tak lepas dari menulis. Bukankah karya-karya besar orang-orang hebat terdahulu hingga kini masih dapat kita baca? Sebab mereka menulisnya dan dibukukan. Seperti yang disampaikan Ali bin Abi Thalib, “Ikatlah ilmu dengan menuliskannya!”

Dengan demikian, bukan hal yang sulit untuk menumbuhkan budaya literasi sejak dini, jika ada  peran dari lingkungan keluarga. Karena untuk membentuk suatu kebiasaan baru perlu adanya latihan dan dilakukan secara berulang, sehingga akan menjadi kebiasaan yang nantinya tidak dianggap sebagai beban, tetapi kesukaan.

Wallahu a’lam.

Pengirim: Fitri Suryani, S. Pd, Guru Asal Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara

Disclaimer: Retizen bermakna Republika Netizen. Retizen adalah wadah bagi pembaca Republika.co.id untuk berkumpul dan berbagi informasi mengenai beragam hal. Republika melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda baik dalam dalam bentuk video, tulisan, maupun foto. Video, tulisan, dan foto yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim. Silakan kirimkan video, tulisan dan foto ke [email protected].
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement