Ahad 15 Sep 2019 19:02 WIB

Akademisi UGM Desak DPR Hentikan Pembahasan RUU KPK

Civitas akademika UGM mendesak tindakan upaya pelemahan terhadap KPK dihentikan.

UGM
UGM

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Akademisi UGM yang terdiri para guru besar, dosen, dan mahasiswa mendesak DPR dan pemerintah untuk menghentikan pembahasan RUU KPK karena prosedur dan substansinya yang dipaksankan berpotensi meruntuhkan sendi-sendi demokrasi dan melanggar amanah reformasi dan amanat konstitusi. 

“Kita meminta pemerintah dan DPR menghentikan pembahasan RUU KPK,” kata Guru Besar Psikologi UGM, Prof Koentjoro, mewakili civitas akademika dalam membacakan pernyataan sikap pada Ahad (15/9) di halaman Balairung, Kampus UGM, dalam siaran pers yang diterima Republika.

Dalam lima butir pernyataan sikap tersebut, civitas akademika mendesak tindakan upaya pelemahan terhadap KPK dihentikan, mengevaluasi RUU lain yang melemahkan gerakan anti korupsi, dan mengembalikan semangat kembali ke rela demoktasi sesuai dengan amanah reformasi dan amanah konstitusi.

Alasan disampaikannya pernytaan sikap ini menurut Ketua Dewan Guru Besar UGM ini, pengajuan RUU KPK tidak mengikuti prosedur legislasi dan ada upaya sistematis pelemahan KPK dan gerakan antikorupsi yang agresif dan brutal dalam beberapa pekan terakhir.

Selain menyampaikan pernyataan sikap, beberapa dosen UGM juga menyampaikan pandangannya terhadap revisi UU KPK tersebut. Dekan Fakultas Hukum UGM Prof Dr Sigit Riyanto mengaku prihatin dengan upaya pelemahan KPK yang dilakukan oleh pemerintah dan DPR melalui revisi UU KPK. 

“Kami sangat prihatin, kita ingin memperkuat upaya pemberantasan korupsi dan kita mendukung lembaga KPK,” katanya.

Ekonom UGM, Dr Rimawan Pradipto, mengatakan mengumpulkan petisi dari 2.338 dosen yang berasal dari 33 perguruan tinggi dari seluruh Indonesia yang menolak RUU KPK dan upaya pelemahan terhadap KPK. “Hingga Sabtu (14/9-red) kemarin, terkumpul 2.338 dosen yang memberi dukungan, ada 344 dosen UGM, 160 dosen UI dan 102 dosen IPB,” katanya.

Pegiat Gerakan Anti Korupsi Dr Zainal Arifin Mochtar, menilai Presiden Joko Widodo tidak mendapat masukan yang lengkap terhadap rencana revisi UU KPK sehingga Presiden mendukung rencana revisi tersebut. 

“Presiden tidak mendapat asupan yang cukup soal RUU ini. Kita punya kesadaran dan iktikad bersama untuk mencegah usaha merampok upaya pemberantas korupsi di negeri ini,” katanya.

Ekonom UGM lainnya Dr Fahmi Radhi mengatakan dukungan akademisi UGM kali ini dilakukan untuk menyelamatkan kembali presiden untuk membela upaya pemberantasan korupsi dan melawan koruptor.

Pendapat yang sama disampaikan oleh pakar kebijakan publik UGM Prof Wahyudi Kumorotomo yang mengatakan pihaknya akan mengingatkan presiden agar tidak menjadi bagian dari DPR yang ingin melemahkan KPK. “Kita tidak menginginkan alumni kita (Joko Widodo) menghabisi KPK sebagai lembaga yang kita cintai bersama,” katanya. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement