Jumat 30 Aug 2019 08:35 WIB

Rektor Asing tak Dibebani Target Ranking

Impor rektor adalah keinginan instan yang tidak relevan.

Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) Mohamad Nasir (tengah) berfoto dengan Rektor asing asal Korea Selatan, Jang Youn Cho (kanan) disela-sela acara Hari Kebangkitan Teknologi Nasional (HAKTEKNAS) 2019 di Sanur, Denpasar, Bali, Senin (26/8/2019).
Foto: Antara/Fikri Yusuf
Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) Mohamad Nasir (tengah) berfoto dengan Rektor asing asal Korea Selatan, Jang Youn Cho (kanan) disela-sela acara Hari Kebangkitan Teknologi Nasional (HAKTEKNAS) 2019 di Sanur, Denpasar, Bali, Senin (26/8/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) telah memutuskan mendatangkan rektor asing untuk memimpin Universitas Siber Asia. Pada kepemimpinan rektor asing pertama di Indonesia itu, Menristekdikti Mohamad Nasir menyatakan, tidak mematok target khusus terkait ranking.

“Kalau yang perguruan tinggi ini saya mengenalkan dulu, tidak memasang target. Tapi, kalau yang sudah ada perguruan tingginya, saya akan masang targetnya,” kata Nasir di kantor Kemenristekdikti, Jakarta, Kamis (29/8).

Nasir mengatakan, menjadikan perguruan tinggi baru untuk masuk dalam peringkat 100 besar dunia tidak semudah membalikkan telapak tangan. Dia mengaku, hanya mematok target untuk universitas negeri yang kini masuk peringkat 500 besar di dunia. Namun, regulasi mengimpor rektor untuk universitas negeri tidak memungkinkan dan akan dirombak.

Universitas Siber Asia akan diselenggarakan oleh Universitas Nasional (Unas) bekerja sama dengan Hankuk University for Foreign Studies. Universitas yang akan dipimpin Jang Youn Cho hasil ‘impor’ dari Korea Selatan itu kini belum berwujud dan baru ditargetkan bisa beroperasi pada 2020. Universitas ini berada di bawah Yayasan Memajukan Ilmu dan Kebudayaan (YMIK) yang juga menaungi Unas.

Nasir mengatakan, pembentukan universitas ini akan difokuskan pada peningkatan angka partisipasi kasar (APK) perguruan tinggi Indonesia yang masih rendah. Di sisi lain, kata dia, Kemenristekdikti akan mengawasi kampus-kampus yang berbasis daring atau online, salah satunya Universitas Siber Asia.

Pihak yang melakukan pengawasan, yakni Indonesia Cyber Education Institute (ICE Institute) yang memang bertugas mengawasi universitas berbasis daring. “Itu adalah modul, sistem pembelajaran yang ada di dalam siber atau online, ini harus kita lihat apakah memenuhi standar atau tidak,” kata Nasir.

Direktur Jenderal Kelembagaan Ilmu Pengetahuan, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Patdono Suwignjo mengatakan, Kemenristekdikti juga akan membuat tim untuk mengawasi perguruan tinggi dengan rektor asing. Kendati demikian, dia tak menyebut secara detail tim apa yang akan dibuat karena saat ini perguruan tinggi terkait masih belum mulai beroperasi. “Agar mutunya bagus,” kata Patdono.

Menurut Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI), Ubaid Matraji, keinginan Kemenristekdikti dalam meningkatkan kualitas pendidikan tinggi dengan mendatangkan rektor asing adalah hal yang tak relevan. Sebab, universitas yang didatangi rektor asing adalah kampus baru dan bahkan belum beroperasi.

Selain itu, kata Ubaid, rektor asing tersebut tidak memiliki prestasi yang luar biasa. Dia juga mempertanyakan dosen yang nantinya akan mengajar di universitas itu, apakah mumpuni atau tidak. “Ini keinginan instan yang sangat tidak relevan dengan kondisi perguruan tinggi di Indonesia,” kata Ubaid.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement