Tuesday, 7 Syawwal 1445 / 16 April 2024

Tuesday, 7 Syawwal 1445 / 16 April 2024

Ibu Kota Pindah, HNW Minta Pemerintah Libatkan MPR dan DPR

Selasa 27 Aug 2019 16:39 WIB

Rep: Arif Satrio Nugroho/ Red: Dwi Murdaningsih

Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid saat menyampaikan kata kunci pada acara In House Training Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS).

Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid saat menyampaikan kata kunci pada acara In House Training Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS).

Foto: MPR
Presiden memutuskan memindahkan ibu kota ke Kalimantan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid (HNW) meminta pemerintah melibatkan DPR dan MPR RI dalam rencana memindah Ibu Kota. Hidayat mengatakan, sesuai UUD 1945 MPR RI memiliki kepentingan dalam hal pemindahan Ibu Kota.

Pada UUD 1945 pasal 2 ayat 2 menjelaskan, MPR bersidang sedikitnya lima tahun sekali di Ibu kota negara. Sedangkan, Ibu kota negara saat ini adalah DKI Jakarta.

"Kalau akan melakukan pemindahan, harus nya MPR di-sounding dong. Kenapa? karena MPR sebagai perwujudan dari seluruh anggota dewan itu juga penting bagaimana caranya tentang pemindahan ibukota, nah disitu MPR akan bersidang," ujar Hidayat.

Terlebih lagi, sidang yang digelar MPR dan DPR juga merupakan agenda penting. Agenda sidang MPR dan DPR di antaranya untuk melantik presiden dan mengubah UUD. Maka, keterlibatan Parlemen dinilainya sebagai sesuatu yang krusial.

Kemarin, Presiden Joko Widodo memutuskan untuk memindahkan ibu kota ke sebagian wilayah Kabupaten Penajam Paser Utara dan Kabupaten Kutai Kartanegera, Kalimantan Timur. Jokowi mengatakan, total kebutuhan biaya pemindahan ibu kota sekitar Rp 466 triliun.

Dari jumlah itu, 19 persen biaya akan berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang terutama berasal skema kerja sama pengelolaan aset di ibu kota baru dan di DKI Jakarta. Sisanya akan berasal dari Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU), serta investasi langsung swasta dan BUMN.

Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas menegaskan pembangunan ibu kota baru tidak akan mengusik keberadaan hutan lindung yang ada. Ia menjelaskan, luas kawasan ibu kota nanti mencapai 180 ribu hektare, termasuk kawasan induk pemerintahan seluas 40 ribu hektare. Sisanya, kata Bambang, pemerintah akan mempertahankan ruang terbuka hijau, hutan lindung, hingga hutan konservasi yang ada.

"Hutan lindung tidak akan diganggu dan sebagian dan Kukar bahkan ada hutan konservasi Bukit Soeharto. Di sana ada pemakaian lahan yang tidak untuk keperluan hutan, termasuk perkebunan," kata Bambang.

Bambang menambahkan, area seluas 180 ribu hektare yang disiapkan pemerintah sebagian besarnya sudah dikuasai pemerintah. Sebagian kecil lain, kata Bambang, memang masih dikelola pihak swasta. Namun, ia menekankan bahwa pemerintah berhak mencabut hak pengelolaan lahan bila memang sewaktu-waktu dibutuhkan. "Kami akan meminimalkan ganti rugi lahan," ujar Bambang.

Berdasarkan data Dinas Kehutanan Provinsi Kalimantan Timur pada 2016 dan mengacu pada Perda Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Kalimantan Timur Nomor 01 Tahun 2016, luas kawasan hutan suaka alam di Kaltim mencapai 438.390 hektare. Pemanfaatan lainnya, luas hutan lindung, yakni 1,8 juta hektare, luas hutan produksi terbatas 2,9 juta hektare, luas hutan produksi tetap 3 juta hektare, dan luas hutan yang dikonservasi 120.437 hektare.

 

  • Komentar 0

Dapatkan Update Berita Republika

BERITA LAINNYA

 
 
 
Terpopuler