Jumat 23 Aug 2019 15:57 WIB

Dewi Cemara (apakah) Jadi Dewi Berkah?

Pengembangan produktivitas petani lebih penting daripada proyek Dewi Cemara Kediri

Ilustrasi petani
Ilustrasi petani

Keberadaan destinasi wisata lokal semakin marak diadakan. Salah satu tujuannya adalah untuk memanjakan masyarakat menghabiskan liburan bersama keluarga maupun handai taulan. Lebih jauh lagi adalah mengalih fungsikan lahan yang semula kurang produktif menjadi lahan yang komoditif. 

Desa Wisata Cerdas Mandiri dan Sejahtera atau dikenal dengan istilah Dewi Cemara, merupakan salah satu destinasi di Kabupaten Kediri yang baru launching pada bulan Agustus 2019 ini. Wisata yang terletak di Desa Kedungmalang ini akan dijadikan icon baru sebagai Desa Wisata di Kabupaten Kediri. 

Menurut Gubernur Jawa Timur, Ibu Khofifah, filosofi mendasar berdirinya Dewi Cemara ini adalah menjadikan Desa Kedungmalang menjadi desa wisata, masyarakatnya cerdas, mandiri, dan sejahtera. Bupati Kediri dr. Hj. Haryanti Sutrisno  juga menyampaikan target umum dari proyek ini adalah berkembangnya agrobisnis guna meningkatkan produksi dan produktivitas tanaman yang berdaya saing.

Dewi Cemara di settting menjadi suasana Crop Circle dengan aneka tanaman bunga varietas unggul. Peresmian destinasi tersebut mengusung tema’Gelar inovasi Tehnologi Tanaman Pangan dan Hortikultura, Dengan Semangat Argo Kita Siapkan Generasi Petani Milleal ynag Berjiwa Untuk Mempertahankan Jawa Timur Sebagai Lumbung Pangan Nasional’.

Menilik aktivitas para petani di Jawa Timur yang mayoritas adalah petani pangan pokok seperti padi, jagung, tebu, cabe, dan sejenisnya, maka apakah ada korelasi antara pilot projek Dewi Cemara dengan pengembangan produktivitas para petani? Jika dirasa akhir-akhir ini banyak petani mengalami gagal panen, maka seharusnya pemerintah menaruh empati dengan berusaha mencari apa penyebabnya dan memberikan solusi yang mendasar.

Mulai dari pemilihan bibit unggul, penggunaan pupuk yang terjangkau dan berkualitas, sampai pada penanganan musim kemarau panjang bisa di upayakan penyediaan air cuma-cuma dengan cara pengeboran, dan kebutuhan-kebutuhan pertanian lainnya. 

Sehingga para petani bisa survive bahkan semakin percaya diri dalam berkreasi di bidangnya karena ada dukungan penuh dari pemerintah. Lain hal jika mengalami gagal panen raya, lalu lahan mereka disulap menjadi wahana wisata. Maka para ‘mantan’ petani tersebut bisa berkreasi apa?

Belum lagi, dalam satu tahun saja, tahun 2015 total luas lahan pertanian 47. 520 hektare (ha), ada yang ditanami padi ataupun non padi, menyusut menjadi 47.325 ha di tahun 2016. Terlebih memasuki tahun 2017 lahan sawah di Kabupaten Kediri semakin didominasi menjadi perumahan. Tentu  proyek pembangunan tersebut disupport penuh oleh para pemodal yang mayoritas mereka kurang memperhitungkan kondisi ramah lingkungan.

Lahan produktif pertanian disulap menjadi tanah mati yang dibangun beton-beton diatasnya. Tanah yang berfungsi sebagai penyerap air hujan, akan tertutupi oleh  lantai-lantai perumahan.  Dan ini tidak lepas dari pengeluaran izin pemerintah yang memuluskan proyek tersebut. 

Alih fungsi lahan tentu membawa dampak alam dan dampak sosial. Dampak alam seperti banjir, tanah longsor akan semakin sering terjadi.  Sedangkan dampak sosial tidak kalah mengerikan, apalagi dikawasan wisata.

Para pengunjung yang berasal dari berbagai latar belakang akan membawa berbagai macam gaya hidup bebas yang akan berimbas pada warga setempat bahkan antar para pengunjung. Pemahaman bebas bergaul dan berekspresi dalam bingkai hedonis-sekuler-kapitalistik akan semakin menjamur dan tak terkendali. 

Dampak alam dan dampak sosial diatas akan mampu diminimalisir bahkan ditiadakan jika penguasanya memikirkan dampak jangka panjang. Mendukung penuh usaha rakyat apalagi jika berkaitan dengan pemenuhan bahan pangan pokok. Mereka juga akan sangat mempertimbangkan berbagai akibat pembukaan lahan perumahan baru di lahan produktif pertanian.

Bukan untuk kesenangan sesaat yang tanpa aturan. Dan penguasa tersebut akan mampu menjalankan pandanagn serta pimikirannya yang gemilang jika didukung oleh sistem yang gemilang juga. Yakni sistem yang berasal dari Sang Pencipta Yang Maha Tahu akan  baik buruk tabiat manusia. Yakni sistem Islam yang sempurna dan paripurna. 

Pengirim: Roisatul Mahmudah, Praktisi Pendidikan asal Jatim

Disclaimer: Retizen bermakna Republika Netizen. Retizen adalah wadah bagi pembaca Republika.co.id untuk berkumpul dan berbagi informasi mengenai beragam hal. Republika melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda baik dalam dalam bentuk video, tulisan, maupun foto. Video, tulisan, dan foto yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim. Silakan kirimkan video, tulisan dan foto ke [email protected].
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement