Jumat 23 Aug 2019 11:39 WIB

Rektor Institut Tazkia Masuk Database Cendekiawan Dunia

Marniati pulang ke tanah air pada 2017 untuk kembali mengembangkan Kampus Tazkia.

 Rektor Institut Tazkia Murniati
Foto: Foto: Humas Institut Tazkia
Rektor Institut Tazkia Murniati

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA -- Rektor Institut Tazkia, Murniati Mukhlisin menjadi salah satu peserta Simposium Cendekiawan Kelas Dunia (SCKD) yang resmi dibuka oleh Wakil Presiden Jusuf Kalla di Kantor Wakil Presiden di Jl. Veteran, Jakarta, pada Senin (19/8). Murniati Mukhlisin mengikuti acara ini dikarenakan pernah masuk database sebagai Cendekiawan Kelas Dunia semasa berkiprah di Inggris. 

Dalam keterangannya yang diterima Republika.do.id, Humas Institut Tazkia mengatakan bahwa Rektor Institut Tazkia Murniati pernah menjadi dosen dan peneliti di University of Essex, Colchester, UK tahun 2015-2017. Saat itu, dia mengembangkan modul akuntansi dan keuangan syariah yang banyak diminati oleh mahasiswa dari berbagai negara. Dia juga menjadi pembimbing dan penguji mahasiswa baik S2 maupun S3 dalam bidang akuntansi dan keuangan syariah di Inggris dan Australia.

Murniati memutuskan untuk pulang ke tanah air pada 2017 untuk kembali mengembangkan Kampus Tazkia yang memang sudah diasuhnya sejak awak pendirian kampus tersebut. Dia  bersama pakar keuangan dan bisnis syariah lainnya yaitu Muhammad Syafii Antonio, Ade Ruhyana, Agus Haryadi, Mukhamad Yasid dan Mirna Rafki membesarkan kampus yang tadinya berawal dengan 25 mahasiswa sekarang telah meluluskan 2259 orang dan memiliki 2003 mahasiswa aktif di bidang ekonomi, bisnis, hukum dan pendidikan syariah. 

Murniati menyampaikan, bahwa dia banyak belajar dari kampus University of Glasgow dimana dia menyelesaikan S3 di bidang Akuntansi Syariah bagaimana tentang proses pembelajaran yang sangat sistematis.

Dan juga di University of Essex dimana dia sempat menjadi dosen dan peneliti tentang pengembangan kurikulum, kedisiplinan dalam mengajar, menjalankan riset dan menjalin kerjasama dengan berbagai pihak di level internasional.

Pengalaman itulah kemudian dia bagi di Kampus Tazkia dan di berbagai kesempatan di kampus lain. Saat memutuskan untuk kembali ke Indonesia, banyak guru besar yang kenal dengan Murniati menyayangkan hal tersebut dikarenakan kesempatan karir, remunerasi dan tunjangan yang tidak seberapa dibandingkan dia dapatkan di Inggris.

“Saya mengalahkan banyak pelamar dari berbagai negara waktu itu dan gaji saya sekitar 70 juta perbulan belum termasuk tunjangan dan fasilitas riset dan konferensi. Namun, berkiprah di Indonesia khususnya di Kampus Tazkia memberikan kepuasan intelektual dan pesan da’wah yang luar biasa. Tidak semua harus diukur dengan uang” imbuh Rektor yang dulu menjadi muallaf saat berusia 19 tahun.

Murniati mengikuti program 5.000 Doktor yang dikelola oleh Pendidikan Tinggi Agama Islam, Kementerian Agama Republik Indonesia dan berhasil lulus S3 kurang dari tiga tahun. Dia berharap, makin banyak dosen - dosen muda disekolahkan ke luar negeri dan menimba pengalaman riset di sana yang kemudian dibawa ke tanah air untuk membantu memperbaiki sistem pendidikan di sini.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement