Selasa 13 Aug 2019 09:52 WIB

Mahasiswa UMM Bantu Ubah Limbah Kulit Tempe Jadi Tepung

Tepung ini dapat membantu perekonomian warga setempat.

Rep: Wilda Fizriyani/ Red: Dwi Murdaningsih
Tempe (ilustrasi).
Foto: Republika/Musiron
Tempe (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JOMBANG -- Warga Desa Pandanwangi, Jombang sudah lama mengeluh atas keberadaan limbah kulit tempe. Selain menimbulkan aroma tak sedap, limbah ini dalam jangka panjang bisa menyebabkan berbagai penyakit.

Warga setempat sebenarnya sudah pernah mencoba memanfaatkan limbah kulit tempe. Salah satunya dengan menggunakannya sebagai pakan ternak. Namun harga jenis pakan ini terbilang sangat rendah apabila hendak diperjualbelikan.

Baca Juga

Berdasarkan masalah tersebut, Mahasiswa Kuliah Kerja Nyata (KKN) kelompok 63 Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) berupaya membantu mencari solusi. Mereka berusaha menemukan cara untuk memanfatkan limbah kulit tempe yang sudah tidak terpakai lagi. Salah satunya dengan mengolah kulit tempe menjadi tepung sebagai bahan pangan yang bisa dimanfaatkan kembali.

Koordinator Divisi Ekonomi KKN 63 UMM, Edwin Arganata, menerangkan, proses pengolahan limbah kulit tempe menjadi tepung tidak begitu rumit. Pembuatannya hanya membutuhkan kesabaran dan ketelitian. Namun hal yang pasti, timnya ingin membantu meningkatkan perekonomian warga melalui limbah kulit tempe tersebut.

Pada prosesnya, kulit tempe yang sudah tidak terpakai harus dicuci bersih. Bagian ini harus terbebas dari biji kedelai yang masih tersisa. "Kalau tidak, ini dapat menyebakan kulit tempe menjadi lama saat pengeringan," kata Edwin kepada Republika.co.id, belum lama ini.

Kulit tempe selanjutnya harus melalui proses pengeringan dengan dijemur langsung di bawah sinar matahari. Lalu limbah tersebut digiling sampai halus sehingga menjadi tepung yang siap diolah untuk bahan makanan.

Untuk menghilangkan bau, tepung harus disangrai dan dicampur dengan daun pandan. Langkah ini tidak diwajibkan apabila tak menemukan aroma bau di dalamnya. Namun akan menjadi kelebihan tersendiri, mengingat rasa tepung akan lebih enak dan gurih.

"Tepung juga dapat bertahan lebih lama apabila disangrai sehingga tidak mudah rusak ataupun bau," tambah dia.

Proses pembuatan limbah tempe ini membutuhkan waktu sekitar dua hari. Jangka waktunya bergantung pada kondisi cahaya atau matahari. Hal yang penting, kulit tempe harus benar-benar kering agar menghasilkan tepung yang baik.

Edwin menjelaskan, tekstur dari tepungnya tidak begitu halus dibandingkan pada umumnya. Sebab, teksturnya lebih mirip seperti tepung ketan hitam. "Yang apabila diolah menjadi bahan makanan ada kerenyes-kerenyes seperti pasir. Warna tepung yang dihasilkanpun lebih kecoklatan mirip seperti tepung roti," jelasnya.

Agar menghasilkan tepung yang lebih halus, Edwin mengungkapkan, tepung harus disaring terlebih dahulu. Proses ini akan membuat tepung lebih bersih.

Edwin berpendapat, keberadaan tepung ini dapat membantu perekonomian warga setempat. "Jika dinilai dari segi ekonomi satu kilogram kulit tempe yang sudah kering menghasilkan satu kilogram tepung yang siap digunakan, maka hal ini dapat menaikan nilai ekonomi kembali bagi para pembuat tempe," kata dia.

Di sisi lain, Edwin mengatakan, tepung limbah kulit tempe sesungguhnya dapat diolah menjadi bahan dasar pembuatan kue basah atau kering. Antara lain seperti brwonies, cookies, ataupun kue lainnya. Bahkan, bisa digunakan sebagai pembungkus makanan seperti risol, banana nugget, serta gorengan lainnya.

Berdasarkan pengamatan tim, hasil olahan terigu limbah kulit tempe sangat gurih dan renyah. Kandungan gizi yang diperoleh juga cukup tinggi. Setiap 100 gram bahan yang dimakan mengandung protein kasar 13,8 persen, serat kasar 46,27persen, lemak kasar 2,36 persen, abu 2,8 persen.

Program pengabdian Edwin dan timnya tidak berhenti begitu juga. Mereka sempat mengadakan bazar saat acara jalan sehat desa. Banyak pengunjung yang tidak menyangka bahwa makanan tersebut berasal dari limbah kulit tempe.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement