Ahad 11 Aug 2019 13:47 WIB

Hikmahanto: Pemerintah Belum Satu Suara Soal Rektor Asing

Salah satu yang berbeda pendapat misalnya rektor asing yang didatangkan untuk swasta.

Rep: Rr Laeny Sulistyawati/ Red: Andi Nur Aminah
Guru Besar Hukum Internasional UI Prof Hikmahanto Juwana saat menjadi pembicara dalam Forum Diskusi Legislasi di Media Center, DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa (23/8).
Foto: Republika/Rakhmawaty La'lang
Guru Besar Hukum Internasional UI Prof Hikmahanto Juwana saat menjadi pembicara dalam Forum Diskusi Legislasi di Media Center, DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa (23/8).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Guru Besar dari Universitas Indonesia (UI), Hikmahanto Juwana menilai pemerintah tidak satu suara terkait wacana mendatangkan rektor asing ke perguruan tinggi di Indonesia. Ia mengkritisi, di satu sisi pemerintah melalui kepala Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko mengatakan, tujuan mendatangkan rektor asing membangun iklim kompetitif di setiap perguruan tinggi di Indonesia.

Menurut Hikmahanto, ini tentu sangat berbeda dengan apa yang disampaikan Kepala Badan Ekonomi Kreatif Triawan Munaf yang mengatakan Presiden ingin mendatangkan rektor dari luar negeri untuk meningkatkan peringkat universitas negeri di Indonesia menjadi 100 besar dunia. Lebih berbeda lagi, Hikmahanto menambahkan, ketika Moeldoko menyampaikan bahwa mendatangkan rektor asing akan dilakukan di universitas swasta.

Baca Juga

"Menjadi pertanyaan bukankah presiden menghendaki agar universitas negeri yang masuk 100 besar dunia?" ujarnya seperti dalam keterangan tertulis yang diterima Republika.co.id, Ahad (11/8).

Lebih janggal lagi, apa yang disampaikan Moeldoko karena pemerintah tidak memiliki suara di universitas swasta dalam proses pencalonan rektor. "Di Universitas swasta pihak akhir yang menentukan siapa yang akan menjadi rektor adalah yayasan," ujar dia mengingatkan.

Bercermin pada hal itu, menurut dia, para pejabat yang mewakili pemerintah sudah seharusnya memiliki satu suara terkait dengan wacana untuk mendatangkan rektor dari luar negeri. "Bila setiap pejabat mempunyai suaranya sendiri hal ini menandakan pemerintah sebenarnya belum siap dengan kebijakan mendatangkan rektor asal luar negeri. Meski menurut Menristekdikti hal ini sudah diungkap oleh Presiden pada tahun 2016 lalu," katanya. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement