Sabtu 03 Aug 2019 08:19 WIB

Menristekdikti Nilai Rektor Asing Bisa Pacu Kompetisi

Publik diimbau tidak skeptis atau curiga berlebih dengan rencana impor rektor.

Menristekdikti Mohamad Nasir
Foto: Antara/Kahfie Kamaru
Menristekdikti Mohamad Nasir

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA –- Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) Mohamad Nasir mengatakan, salah satu alasan didatangkannya rektor asing adalah untuk memacu kompetisi. Didatangkannya rektor dari luar negeri diklaim akan secara otomatis meningkatkan kompetensi rektor karena saingannya tidak hanya dari dalam negeri.

“Supaya dosen yang ada dalam negeri punya kesempatan yang sama, seperti yang dari asing itu. Jadi, sama-sama ter-challange. Maka, harus ditantang juga nggak bisa hanya gini saja. Ini yang harus kita lihat,” kata Nasir di kantor Kemenristekdikti, Jakarta, Jumat (2/8).

Dia berharap, publik tidak skeptis atau menaruh curiga berlebih dengan rencananya mendatangkan rektor dari luar negeri. Nasionalisme tidak akan berubah hanya dengan didatangkannya rektor asing tersebut. Negara-negara yang saat ini mendatangkan rektor asing, kata dia, juga tidak berubah menjadi negara yang mengingkari ideologi mereka sendiri.

“Negara lain yang rektornya asing, apakah dia akan jadi liberal? Kan nggak juga. Nasionalisme tetap dijaga, kebangsaan tetap dijaga,” kata mantan rektor Universitas Diponegoro (Undip) Semarang ini. Menurut dia, sebaiknya masyarakat tidak menutup diri dari dunia luar agar Indonesia bisa bersaing dengan cendekiawan yang sudah berkelas internasional.

Nasir menambahkan, rektor asing yang nantinya direkrut tidak asal-asalan. Rektor asing disyaratkan harus memiliki kualitas dan memiliki jaringan dan pengalaman yang mumpuni. Rektor asing tersebut juga harus memiliki visi besar agar bisa mewujudkan perguruan tinggi yang lebih baik, khususnya dalam bidang inovasi dan riset.

“Kita terlalu rendah dalam men-challenge, karena calon rektor yang ada syaratnya sangat minimal. Kadang-kadang dia tidak punya network (jaringan), hanya syaratnya sebagai ketua jurusan, kan terlalu kecil,” kata dia.

Ketua umum Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (APTISI) Budi Djatmiko mengatakan, untuk mengundang rektor asing, perlu banyak mengubah peraturan mulai dari peraturan pemerintah, statuta perguruan tinggi dan lain-lain. Pemerintah perlu hati-hati dan tidak buru-buru dan harus melalui kajian yang benar-benar matang.

Menurut dia, ada keuntungan sekaligus kerugian terkait kebijakan mendatangkan rektor dari luar negeri. Keuntungan itu di antaranya bisa menambah motivasi berkompetisi bagi rektor atau dosen dalam negeri.

Selain itu, lanjut Budi, rektor asing yang memiliki karya-karya ilmiah kelas dunia, bisa menaikkan karya-karya ilmiah bagi dosen dan mahasiswa Indonesia jika kolaborasinya dimanfaatkan dengan baik. Rektor asing juga bisa menjadi perantara tautan kolaborasi antarinstitusi perguruan tinggi dan juga antardua negara.

Namun, kata Budi, ada yang harus diwaspadai. Kerugian mendatangkan rektor asing, menurut dia, biaya yang dikeluarkan sangat mahal dan juga akan memengaruhi motivasi para rektor dan dosen lokal jika mereka ternyata tidak sesuai dengan harapan.

Selain itu, kata Budi, rektor asing akan sulit menyesuaikan kondisi pekerjaan dan beban pekerjaan mereka. “Beban menjadi rektor tidak hanya bicara kualitas tridharma perguruan tinggi, tetapi ada juga pekerjaan yang menyangkut masalah ‘politik titipan penguasa’,” kata dia.

Budi menambahkan, tidak ada jaminan rektor asing memberikan kontribusi positif terhadap bangsa dan negara jika mereka memiliki akhlak dan perilaku yang buruk. “Jika salah memilih rektor asing, selamanya rezim ini akan dicap oleh masyarakat pendidikan dengan predikat buruk, tetapi jika berhasil akan dapat predikat baik,” ujar dia. n inas widyanuratikah/antara ed: mas alamil huda

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement