Jumat 02 Aug 2019 19:15 WIB

Jateng Terapkan Sekolah Menyenangkan pada Level SMA/SMK

Program ini akan diuji coba dulu selama enam bulan.

Rep: Bowo Pribadi/ Red: Fernan Rahadi
Peserta mengikuti salah satu kegiatan workshop Gerakan Sekolah Menyenangkan (GSM) di Pondok Pesantren (Ponpes) Tebuireng, Jombang.
Foto: Republika/Wilda Fizriyani
Peserta mengikuti salah satu kegiatan workshop Gerakan Sekolah Menyenangkan (GSM) di Pondok Pesantren (Ponpes) Tebuireng, Jombang.

REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- Jawa Tengah akan segera mengimplementasikan Gerakan Sekolah Menyenangkan (GSM) sebagai alternatif sistem pembelajaran pada jenjang SMA/SMK. Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Jawa Tengah, Jumeri mengatakan, keseriusan Jawa Tengah ini telah diwujudkan dengan sejumlah persiapan.

Antara lain menunjuk enam sekolah SMA/ SMK baik sekolah skala kecil, menengah dan besar untuk proyek percontohan serta melakukan studi banding GSM ke Yogyakarta. "Studi banding akan dilanjutkan dengan menggelar diklat tanggal 11 hingga 15 Agustus ini, dan selanjutnya sudah langsung eksekusi untuk implementasi," ungkapnya, di Semarang, Jumat (2/8).

Menurut Jumeri, keenam sekolah ini meliputi SMK Jambu, SMK H Moenadi, dan SMKN 11 Semarang. Sedangkan untuk SMA meliputi SMAN Boja, SMAN 12, dan SMAN di Kendal.

Ini akan diuji coba dulu selama enam bulan seperti apa. Setelah itu bakal dievaluasi. "Karena kebetulan sekolah tersebut ada di sekitar Semarang sehingga akan lebih mudah memonitor dan mengevaluasinya," kata Jumeri menambahkan.

Selaku kepala dinas, ia menilai GSM  prospeknya sangat baik, karena nanti ada proses keswadayaan sekolah dan kesadaran dari guru-guru di sekolah itu untuk bisa memperlakukan anak didiknya dengan baik. Pun demikian pola hubungan guru dengan murid yang juga akan berlangsung lebih baik dan secara tidak langsung dibangun kesadaran bersama dengan harapan prestasi akan meningkat.

"Jadi itu merupakan konsep pembelajaran yang berpusat pada kebutuhan siswa," ujarnya.

Sebenarnya, tutur dia, program itu sudah ada tapi melalui GSM hal itu diorganisir dengan lebih baik dan digerakkan lebih masif lagi. Prinsip-prinsip dasar di antaranya adalah student-centered learning (pembelajaran berpusat pada anak) yang mana guru berperan sebagai fasilitator.

"Semua sekolah, juga bergerak untuk bisa memberikan perhatian pada anak agar tidak ada lagi kerasan di sekolah, saling kolaborasi, tidak ada perundungan (bullying-Red) dan sebagainya," kata Jumeri.

Sebelumnya, Kamis (1/8), guru-guru SMA dan SMK beserta Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Jawa Tengah mengunjungi dua sekolah model GSM di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), yakni SMPN 2 Sleman, dan SDN Rejodani. Kunjungan ini digelar dalam rangka persiapan penerapan GSM di seluruh area Jawa Tengah berdasarkan instruksi Gubernur Ganjar Pranowo. Harapannya, studi banding ini dapat mengoptimalkan workshop yang akan diberikan pada tengah Agustus mendatang.

Pendiri GSM, Muhammad Nur Rizal, membenarkan adanya perjuangan untuk mengubah paradigma pendidikan. “Guru tidak boleh sekadar transfer pengetahuan. Apa yang diberikan bukan cuma materi dan nalarnya bukan standardisasi, tetapi harus terpusat pada kodrat manusia, yakni mengasah imajinasi dan kolaborasi,” ujarnya.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement