Jumat 02 Aug 2019 16:10 WIB

Perlukah Rektor Asing bagi Peningkatan Kualitas Pendidikan?

Praktik impor seperti rektor asing masih dianggap solusi bahkan untuk pendidikan

Menristek Dikti Mohamad Nasir saat berbincang dengan wartawan di Jakarta,  Selasa (30/7).
Foto: Republika/Karta Raharja Ucu
Menristek Dikti Mohamad Nasir saat berbincang dengan wartawan di Jakarta, Selasa (30/7).

Menteri Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) Mohamad Nasir memastikan bahwa pemerintah akan menyediakan langsung pendanaan untuk gaji rektor luar negeri tanpa mengurangi anggaran perguruan tinggi negeri tersebut. 

Hal ini merupakan kelanjutan dari wacana Menteri Nasir, yang mengatakan ia akan mengundang rektor dari luar negeri untuk memimpin perguruan tinggi negeri (PTN) yang paling siap. Dia menargetkan, PTN yang dipimpin rektor asing itu nantinya bisa meningkat peringkatnya hingga menembus peringkat 100 besar dunia. (Republika, 27/7)

Baca Juga

Dia mengakui saat ini ada beberapa perbaikan peraturan yang diperlukan untuk dapat mengundang rektor luar negeri untuk dapat memimpin perguruan tinggi di Indonesia. Begitu juga dengan dosen luar negeri untuk dapat mengajar, meneliti, dan berkolaborasi di Indonesia.

Menurut Nasir, praktik rektor asing memimpin perguruan tinggi negeri atau perguruan tinggi publik di suatu negara sudah biasa dilakukan di luar negeri. Terutama di negara-negara Eropa, bahkan Singapura. Dia mencontohkan Nanyang Technological University (NTU) yang baru didirikan pada 1981 kini sudah masuk 50 besar dunia dalam waktu 38 tahun.

Seorang pengamat, yaitu praktisi pendidikan Edy Suandi Hamid meminta agar pemerintah mengkaji lebih dalam terkait rencana mendatangkan rektor asing. Sebab, menurut dia masalah yang ada di universitas tidak akan langsung selesai dengan mendatangkan rektor asing. (Republika, 27/7)

Sayang sekali praktik impor masih dianggap sebagai solusi di negeri ini. Tidak hanya baja, tekstil, beras hingga garam. Tenaga pengajar asing juga pernah diwacanakan. Kini malah meningkat menjadi rektor asing.  

Sebenarnya Indonesia memiliki cukup orang untuk menjadi rektor, tidak perlu impor. Namun, saat ini memang banyak keluhan soal rektor yang tidak mumpuni. Maka perlu pengkajian lebih baik perihal perekrutan rektor. Peningkatan mutu juga bisa dilakukan dengan menambah skill dan ilmu bagi rektor dalam negeri.

Sebab bahaya rektor asing tidak bisa dianggap sepele. Adalah sebuah keniscayaan, keberadaannya  akan menyingkirkan rektor dalam negeri. Sangat berbahaya jika posisi strategis diisi oleh asing. Maka bangsa ini tidak bisa mandiri tegak di kaki sendiri, karena akan dikendalikan kepemimpinan asing. 

Belum lagi bahaya dominasi dan transfer tsaqofah hingga ke anak didik. Kita tentu tidak ingin negeri ini selamanya terjajah secara fisik atau pemikiran. Wallahu 'alam

*Lulu Nugroho, Muslimah Penulis dari Cirebon

Disclaimer: Retizen bermakna Republika Netizen. Retizen adalah wadah bagi pembaca Republika.co.id untuk berkumpul dan berbagi informasi mengenai beragam hal. Republika melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda baik dalam dalam bentuk video, tulisan, maupun foto. Video, tulisan, dan foto yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim. Silakan kirimkan video, tulisan dan foto ke [email protected].
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement