Rabu 31 Jul 2019 15:20 WIB

Tantangan Kampus Era Kini, dari Riset Hingga Persaingan

Kampus didorong untukntidak bergantung pada anggaran pemerintah.

Rep: Wilda Fizriyani/ Red: Andi Nur Aminah
Rektor Universitas Brawijaya terpilih periode 2018 sampai 2022, Profesor Nuhfil Hanani (tengah)
Foto: Republika/Wilda Fizriyani
Rektor Universitas Brawijaya terpilih periode 2018 sampai 2022, Profesor Nuhfil Hanani (tengah)

REPUBLIKA.CO.ID, MALANG -- Rektor Universitas Brawijaya (UB), Profesor Nuhfil Hanani mengungkapkan, terdapat sejumlah tantangan yang akan dihadapi kampus di masa mendatang. Salah satu di antaranya dorongan agar kampus tidak bergantung pada anggaran pemerintah. "Kita diharapkan jadi perguruan tinggi otonom," kata Nuhfil saat ditemui wartawan di Gedung Rektorat UB, Malang, belum lama ini.

Tekanan ini jelas menjadi tantangan tersendiri bagi kampus di Indonesia, tak terkecuali UB. UB harus mampu membiayai kebutuhan kampus dan inovasi serta risetnya. Apalagi saat ini perguruan tinggi dituntut agar mampu mengeluarkan inovasi. "Hasil riset ini bentuknya tidak hanya publikasi, tapi harus bisa diaplikasikan," jelas Nuhfil.

Baca Juga

Untuk mencapai ini, Nuhfil mengatakan, kampus memang harus menyediakan anggaran riset cukup besar. Hal ini penting mengingat proses riset tidak mudah dan lama. Oleh sebab itu, Nuhfil mengalokasikan 15 persen untuk riset dari total anggaran.

UB juga mewajibkan seluruh guru besarnya untuk melakukan riset. Secara umum, seorang profesor bisa menerima dana riset Rp 100 juta sedangkan doktor Rp 50 juta. "Ini dana dari universitas, fakultas beda lagi, apalagi kalau ada yang kerja sama dengan lembaga lain," tambah dia.

Dengan adanya sistem ini, Nuhfil berharap, para penelitinya bisa fokus dengan satu riset saja. Hal ini serupa dengan apa yang dilakukan para peneliti di Jepang. Dia tak ingin satu individu mengambil banyak riset sehingga terbengkalai.

Di samping itu, kampus di Indonesia juga diminta agar mampu bertahan di tengah persaingan. Jika tidak mampu, maka kampus manapun akan tergerus di arena ini. Terlebih, ia melanjutkan, saingan di sini bukan kampus dalam negeri, melainkan negara lain.

Nuhfil mengaku, bersaing dengan kampus luar negeri bukan hal mudah dilakukan. Menurutnya, jumlah kampus pada suatu negara ikut berpengaruh dalam hal ini. Angka yang terlampau besar menyebabkan fokus pengembangan pun kurang.

Dia menyontohkan bagaimana jumlah kampus di Malaysia dan Singapura. Ia yakin total perguruan tinggi di dua negara tersebut tak sebanyak di negaranya. Bahkan, total kampus negeri di tingkatan kota Malang pun sudah mencapai lima perguruan tinggi.

Nuhfil tak menampik, luasan wilayah dan jumlah penduduk turut mempengaruhi menjamurnya kampus. "Memang Indonesia penduduk banyak, seperti di Jerman dan Belanda itu sedikit. Penduduk Australia saja masih lebih banyak di Jatim," jelasnya.

 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement