Senin 29 Jul 2019 22:28 WIB

RUU PKS, Benarkah menjadi Solusi?

RUU PKS sulit menjadi solusi karena bisa suburkan perzinahan dan hamil diluar nikah

Masyarakat dan para aktivis yang tergabung dalam Aliansi Gerakan Peduli Perempuan menandatangani pernyataan sikap saat aksi menolak Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) di Car Free Day (CFD) Dago, Kota Bandung, Ahad (21/7).
Foto: Republika/Edi Yusuf
Masyarakat dan para aktivis yang tergabung dalam Aliansi Gerakan Peduli Perempuan menandatangani pernyataan sikap saat aksi menolak Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) di Car Free Day (CFD) Dago, Kota Bandung, Ahad (21/7).

Topik RUU P-KS (Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual) kembali menghangat saat digelarnya aksi penolakan RUU tersebut oleh para Aktivis Aliansi Gerakan Peduli Perempuan di Kota Bandung (Republika.co.id, 21/7).

Sekilas RUU ini seolah baik, namun ternyata tidak. Pasalnya, definisi kekerasan seksual di RUU ini adalah perbuatan seksual yang dilakukan secara paksa. Hal ini bisa ditafsirkan jika tidak ada paksaan/saling suka rela melakukan perbuatan seksual, meski bukan pasutri, maka tidak termasuk kategori kekerasan seksual yang patut dikenai sanksi dan hukuman men\urut RUU P-KS ini. 

Lalu, benarkah RUU P-KS ini menjadi solusi atas maraknya kekerasan seksual? Tentu tidak, justru menjadikan masalah baru. Karena jika RUU ini disahkan, akan semakin marak perzinahan atas dasar suka rela yang dilegalkan negara tak terkecuali para remaja.

Bagaimana nasib negeri ini, jika para remaja generasi penerus bangsa rusak dengan perzinahan, lalu hamil di luar nikah sebelum waktunya? Sungguh naas.

Sehingga perlu kita tahu, bahwa akar dari maraknya kekerasan seksual ini adalah karena adanya paham sekuler (memisahkan agama dari pengaturan kehidupan kita) dan paham liberal (kebebasan) dalam segala hal termasuk bebas dan mudah mengakses situs-situs porno di negeri ini.

Untuk itu solusinya adalah menghilangkan paham-paham tersebut, dan meningkatkan ketakwaan individu, kontrol masyarakat (amar makruf nahi munkar sebagaimana yang diserukan dalam islam), serta menegakkan hukum yang tegas dan menjerakan bagi masyarakat yang melanggar oleh negara. Wallahua’lam.

Pengirim: Fika Faradia, Gedangan - Sidoarjo 

Disclaimer: Retizen bermakna Republika Netizen. Retizen adalah wadah bagi pembaca Republika.co.id untuk berkumpul dan berbagi informasi mengenai beragam hal. Republika melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda baik dalam dalam bentuk video, tulisan, maupun foto. Video, tulisan, dan foto yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim. Silakan kirimkan video, tulisan dan foto ke [email protected].
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement