Jumat 26 Jul 2019 13:52 WIB

Kemenristekdikti akan Data Medsos Dosen Sampai Mahasiswa

Pendataan media sosial untuk menjaga perguruan tinggi dari radikalisme & intoleransi.

Rep: Inas Widyanuratikah/ Red: Ratna Puspita
Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) Mohamad Nasir saat konferensi pers hasil Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN) di Jakarta Pusat, Selasa (9/7).
Foto: Fakhri Hermansyah
Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) Mohamad Nasir saat konferensi pers hasil Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN) di Jakarta Pusat, Selasa (9/7).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) akan mendata nomor telepon dan media sosial dosen, pegawai, dan mahasiswa pada awal tahun kalender akademik 2019/2020. Hal ini dilakukan untuk menjaga perguruan tinggi dari radikalisme dan intoleransi. 

Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) Mohamad Nasir mengatakan Kemenristekdikti tidak akan memantau media sosial satu per satu setiap hari. Namun, ia ingin melakukan pendataan sehingga apabila nantinya terjadi masalah bisa dilacak melalui media sosial atau nomor teleponnya. 

Baca Juga

Ia menjelaskan, apabila di kampus tidak terjadi masalah apapun terkait radikalisme atau intoleransi maka tidak akan dilakukan pelacakan. Sebaliknya, apabila terjadi masalah terkait radikalisme atau intoleransi di kampus maka data medsos dan nomor telepon tadi akan dilakukan pelacakan. 

"Itu baru kita lacak. Oh, ternyata mereka punya jaringan ke organisasi ini," kata Nasir, dalam konferensi pers penerimaan mahasiswa baru, di Kantor Kemenristekdikti, Jumat (26/7). 

Nasir menegaskan, hal yang diawasi oleh Kemenristekdikti hanyalah terkait radikalisme dan intoleransi. Terkait aktivitas mahasiswa dalam mengekespresikan diri di media sosial, tidak akan diatur lebih jauh oleh pihaknya. 

"Yang kami atur adalah jangan sampai dia menyebarkan radikalisme dalam kampus, intoleransi yang dikembangkan itu enggak boleh. Kalau terjadi hate speech begitu, itu bukan urusan saya," kata dia. 

Ia menjelaskan, Kemenristekdikti berencana bekerjasama dengan BNPT dan juga BIN terkait menjaga kampus dari radikalisme dan intoleransi. Apabila nantinya ada mahasiswa yang terdeteksi melakukan radikalisme atau intoleransi maka akan diberi edukasi. 

"Itu kalau terdeteksi radikalisme atau intoleransi akan dipanggil rektor lalu diedukasi. Tidak serta merta dikeluarkan. Diedukasi bahwa kamu enggak boleh ini. NKRI Pancasila sebagai ideologi negara," kata dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement