Senin 15 Jul 2019 06:11 WIB

Asal Usul Sebutan Belanda Depok; Bekas Budak Jadi Tuan Tanah

Belanda Depok adalah ejekan karena mereka selalu memakai pakaian ala Belanda

tugu Cornelis Chastelein, Depok
Foto: Tangkapan layar
tugu Cornelis Chastelein, Depok

REPUBLIKA.CO.ID, DEPOK -- Warisan Cornelis Chastelein bukan hanya hadirnya 12 marga Kaoem Depok dengan 1.244 hektar tanah wasiatnya, Cornelis juga mewarisi tata hidup yang lebih baik bagi Kaoem Depok dibandingkan warga yang bukan Kaoem Depok. Aturan pertanahan Reglement pemerintah Hindia-Belanda pada 1836, memberi status kepemilikan Depok menjadi tanah partikelir yang dimiliki oleh Kaoem Depok. Status kepemilikan tanah partikelir Kaoem Depok ini merujuk surat wasiat Cornelis Chastelein, dengan status Christen-Inlander (Kristen Pribumi), (Ronald M. Jonathans, ‘Depok’, 2012: 12).

Generasi kedelapan Kaoem Depok dari marga Jonathans, Ferdy Jonathans mengatakan semasa hidup Cornelis mengajarkan tata kehidupan yang baik kepada 12 marga Kaoem Depok. Ia memperlakukan para budaknya tidak seperti budak pada umumnya.

Chastelein mengajarkan agama Kristen kepada mereka, memberikan pendidikan, memberi tahu pengelolaan ekonomi. “Jadi dia memperlakukan budak seperti anak angkatnya,” kata Ferdy saat berbincang dengan Republika.

photo
Presiden pertama dari Kaoem Depok, M.F Gerit Jonathans. (Amri Amrullah/Republika)

Setelah Cornelis Chalestein wafat, Kaoem Depok mengelola tanah secara bersama-sama, dengan falsafah hasil pengelolaan tanah dibagi bersama. Seiring berjalannya waktu masing-masing warga dari Kaoem Depok berkeinginan mengelola tanah mereka secara sendiri-sendiri.

Pada 1871 setelah mulai munculnya konflik antar pewaris Kaoem Depok, diinisiasilah sebuah tatanan pemerintahan otonom lokal Gemeentebestuur Depok atas ide dari seorang advokat Belanda bernama Mr. R.H. Kleijn. Struktur pemerintahan ini disempurnakan berkali-kali dengan Reglement van het land Depok, hingga pada 14 Januari 1913 ditunjuklah seorang Presiden pertama dari Kaoem Depok, M.F Gerit Jonathans, (Ronald M. Jonathans, ‘Depok’, 2012: 13).

Sejak saat itu sampai kemerdekaan RI, Depok telah dipimpin oleh lima orang presiden. Selama adanya pemerintahan sendiri itu kehidupan Kaoem Depok pun berangsur berubah menjadi lebih baik.

Kaoem Depok telah mengelola tanah pertanian yang mereka miliki sendiri, disaat masyarakat pribumi saat itu sulit memiliki tanah sendiri, karena diambil oleh pemerintah Hindia-Belanda atau tuan tanah Belanda. Berbagai komoditas pertanian unggulan dihasilkan di tanah partikelir ini, mulai dari padi, tebu, lada, pala, kopi dan randu. Bahkan buah-buahan mulai dari mangga, pisang jambu dan belimbing, bahkan produk industri yakni genteng.

“Dulu ada aturan di Kaoem Depok, tanah yang diwariskan Cornelis Chalaestein tidak boleh diperjualbelikan, harus diwariskan dikelola secara turun-temurun. Namun itu hanya berjalan hingga 200 tahun hingga kemerdekaan,” ujar Ferdy.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement