Jumat 12 Jul 2019 17:16 WIB

Menjaga Persatuan Meski Beda Pengajian

Jika pembubaran pengajian dibiarkan, maka jadi preseden buruk bagi persatuan umat

Pengajian ibu-ibu (ilustrasi).
Foto: Republika/Musiron
Pengajian ibu-ibu (ilustrasi).

Pembubaran itu terjadi lagi. Hal ini menimpa ustaz kondang spesialisasi anak muda, Ustaz Hanan Attaki. Acara pengajian yang sedianya dilaksanakan Ahad, 7 Juli 2019 di Tegal dibatalkan.

Musababnya adalah penolakan dari ormas yang merasa keberatan terhadap pengajian tersebut. Mereka beralasan penolakan tersebut untuk menjaga ketenteraman hidup masyarakat lantara ceramah beliau mengandung unsur provokatif. 

Baca Juga

Sejauh penulis melihat, tak ada ceramah Ustaz Hanan Attaki yang memprovokasi. Malah yang ada beliau memberi inspirasi kebaikan pada para pemuda. Hal ini bisa terlihat dari gerakan pemuda hijrah yang beliau gagas. Ceramahnya yang khas bergaya anak muda kekinian lebih bisa diterima di kalangan milenial.

Gelombang hijrah anak muda semakin membuktikan bahwa generasi ini mulai bangkit dari keterpurukan. Menjauhi kemaksiatan, mendekat pada ketaatan. Fenomena positif yang patut diapresiasi. Lantas, mengapa masih saja ada pihak yang seakan alergi dengan pengajian Ustaz yang bukan dari kelompoknya?

Sebelumnya, hal sama juga pernah menimpa Ustaz Felix Siauw, Ustaz Abdul Shomad, Ustaz Khalid Bassalamah, dan lainnya. Jika ini terus dibiarkan, maka bisa menjadi preseden buruk bagi kerukunan antar umat. Meski belakangan, mereka meminta maaf atas peristiwa tersebut.

Peristiwa ini sudah beberapa kali terjadi. Tak baik bagi penerapan toleransi dan tenggang rasa antar kelompok. Maka dari itu, perlu adanya ketegasan dari pihak aparat.

Jangan sampai ada kesan pembiaran aparat terhadap kelompok ini. Tanpa pencegahan, tanpa diskusi, dan akhirnya dipersekusi. Tak boleh ada ormas yang menggantikan peran aparat. Keberatan dengan pengajian, semudah itu ingin membubarkan.

Jika memang terbukti ceramahnya menyimpang dan mengandung unsur provokatif barulah ditindak. Bersikaplah berdasar fakta bukan asumsi liar. 

Perbedaan pandangan, pemikiran, dan madzhab adalah hal biasa. Bila tak sepakat, utamakan ukhuwah bukan ashobiyah. Benar salah tidak diukur dari pandangan manusia. Kebenaran haruslah diukur dari pedoman Islam. Umat Islam adalah satu tubuh. Tak perlu memperuncing perbedaan. Perbanyak persamaan. Kita satu umat, satu hamba, satu bangsa, dan satu tanah air. 

Kepada bapak aparat yang terhormat, tegakkan hukum dengan adil. Jadilah pengadil yang didamba umat, dirindu Jannah. Jadilah pengayom umat yang mampu menyatukan. Bertindak tegas pada siapa saja yang merasa sok jago dan sok benar. 

Kepada yang berbeda pandangan, berubahlah. Jauhi pemikiran ashobiyah. Jangan merasa engkau yang paling benar, dan yang lain salah. Mari perkuat ukhuwah. Agar musuh tak mudah memecah belah.

Semoga negeri ini terjaga dari perpecahan dan Allah satukan kita dalam ikatan persaudaraan Islam yang kokoh. Sungguh indah persatuan. Apapun pengajianmu, kita bersaudara. Bersatu kita kuat, bercerai kita lemah. Ukhuwah itu meneduhkan, perpecahan hanya akan timbulkan kerusakan.

Wallahu a'lam

Penulis: Chusnatul Jannah, ibu asal Pasuruan

Disclaimer: Retizen bermakna Republika Netizen. Retizen adalah wadah bagi pembaca Republika.co.id untuk berkumpul dan berbagi informasi mengenai beragam hal. Republika melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda baik dalam dalam bentuk video, tulisan, maupun foto. Video, tulisan, dan foto yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim. Silakan kirimkan video, tulisan dan foto ke [email protected].
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement