Senin 25 Feb 2019 08:19 WIB

Bukan Untukmu Kujemput Rindu

Kalau memang ada sedikit saja rasa cinta kepadanya, belum cukupkah kamu menghukumnya?

Bukan untukmu kujemput rindu.
Foto: Rendra Purnama/Republika
Bukan untukmu kujemput rindu.

REPUBLIKA.CO.ID, Cerpen Oleh: Irwan Kelana

Pukul 07.00. Pesawat Garuda Indonesia Banjarmasin-Cengkareng mendarat tepat waktu. Tiga tahun terakhir aku tidak pernah mudik pada saat Lebaran. Idul Fitri yang baru lalu pun aku tidak pulang ke rumah ibuku di Perumahan Telaga Golf Sawangan, Depok, Jawa Barat.

Biasanya setiap Lebaran aku selalu mudik ke rumah Ibuku. Aku sengaja membelikan rumah untuk ibuku di Cluster Malaka sebab di cluster itulah lokasi Masjid Al-Iman berada. Ibuku ingin tinggal di rumah yang letaknya dekat masjid.

Namun, tiga tahun lalu, tiba-tiba Marissa membeli rumah di Telaga Golf, tepatnya di Cluster Espanola. Marissa, perempuan yang selama empat tahun kuliah di IPB Bogor selalu mengisi hari-hariku. Kami bertemu sejak tingkat satu dan sejak itu kami kusematkan cintaku di hatinya. Kami bercita-cita menikah setelah wisuda.

Namun, sebulan seusai wisuda, tiba-tiba aku dikejutkan undangan pernikahan Marissa dengan seorang lelaki pilihan orangtuanya. Marissa mengatakan, dia dijodohkan dan dipaksa oleh orangtuanya menikah dengan anak pengusaha kaya tersebut.

Hancur hatiku. Aku langsung pergi jauh ke Kalimantan. Pergi sejauh-jauhnya dari Marissa dan dari kenangan manis bersamanya.

Mula-mula aku bekerja di sebuah perusahaan. Tetapi, kemudian aku lebih suka menekuni bisnis.

Lima belas tahun aku tidak pernah mendengar kabar dan mencari kabar tentang Marissa. Hingga tiga tahun lalu, adikku Dahlia, yang juga memiliki rumah di Cluster Malaka, menginformasikan Marissa kini tinggal di Telaga Golf. Ia kini seorang janda dengan seorang anak lelaki berusia 14 tahun.

Sejak itu aku memutuskan tidak akan pernah mudik ke Sawangan. Aku tak mau bertemu dengan Marissa.

Namun, tadi malam Dahlia mengabarkan, ibu kami terserang stroke. Pembuluh darahnya pecah. Aku melupakan sakit hati kepada Marissa. Demi ibuku, aku harus pulang dengan pesawat pertama.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement