Rabu 10 Jul 2019 09:06 WIB

Tiga SMA di Sleman Terapkan Konsep Sekolah Menyenangkan

Pendidikan tidak seharusnya berorientasi pada nilai.

Rep: my27/ Red: Fernan Rahadi
SMA Negeri 1 Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta
Foto: Republika/Fernan Rahadi
SMA Negeri 1 Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta

REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Sebanyak tiga Sekolah Menengah Atas (SMA) di Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, menjadi pelopor dalam penerapan Gerakan Sekolah Menyenangkan (GSM) di wilayah ini. Hal itu berawal dari keprihatinan mengenai sistem pendidikan yang diterapkan di Indonesia dewasa ini.

"Ini awalnya merupakan ide dari kami. Berawal dari kekhawatiran dan kegelisahan mengenai sistem pendidikan saat ini yang masih konvensional. Padahal mendidik anak zaman sekarang beda dengan mendidik anak zaman dulu," ujar Kepala Sekolah SMAN 1 Sleman, Fadmiyati, di sela-sela Workshop GSM di Sleman, Selasa (9/7).

Selain SMAN 1 Sleman, dua SMA lainnya adalah SMAN 1 Tempel dan SMA Kolombo. Ketiganya merupakan tiga sekolah pertama yang menerapkan GSM di Kabupaten Sleman, bahkan di Provinsi DIY. Sebelumnya, sekolah model GSM terdiri dari SD dan SMP.

"Menurut kami pendidikan di Indonesia saat ini masih banyak yang terpusat pada guru. Padahal, seharusnya pembelajaran di sekolah itu terpusat pada siswa. Kami menemukan pendidikan yang memanusiakan manusia pada GSM," tutur wanita yang akrab dipanggil Ami itu.

Menurut Ami, pendidikan tidak seharusnya berorientasi pada angka. Nilai yang diperoleh siswa di sekolah tidak akan menjamin mereka sukses di masa depan. "Kami menginginkan anak-anak itu menjadi survival, sehingga saat revolusi industri 4.0 nanti benar-benar terjadi mereka siap," katanya.

Meskipun demikian, ia mengakui jalan yang mesti ditempuhnya untuk mewujudkan cita-cita tersebut masih panjang. Sekolahnya pun akan menempuh setahap demi setahap. Yang pertama adalah membuka mindset para guru. Kemudian, membuat pola pembelajaran yang menyenangkan sehingga para murid akan mengeksplor kemampuan masing-masing dari berbagai macam media pembelajaran.

Ia pun yakin penerapan GSM ini tak akan mengganggu kurikulum yang sudah ditetapkan oleh pemerintah melalui dinas pendidikan. "Saya yakin guru akan menghabiskan materi dalam kurikulum. Sedangkan para siswa juga akan termotivasi belajar tanpa mesti disuruh guru," ujarnya.

Sementara itu, pendiri GSM, Muhammad Nur Rizal, menyatakan penerapan GSM di tiga SMA di Sleman tersebut membuktikan bahwa gerakannya adaptif terhadap kebutuhan pendidikan di Indonesia pada berbagai macam jenjang.  Sebelumnya, GSM sudah menyebar luas di ratusan sekolah kebanyakan di tingkat Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP).

Bahkan, baru-baru ini GSM juga telah diadopsi oleh Pondok Pesantren Tebuireng di Jombang, Jawa Timur. Tahun ini juga, GSM juga akan diterapkan di sebanyak 30 SMA dan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) di Jawa Tengah.  "Ini adalah wujud komitmen kami untuk membenahi sekolah-sekolah non-favorit atau sekolah-sekolah pinggiran yang selama ini sering termarjinalkan," kata Rizal.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement