Jumat 28 Jun 2019 09:56 WIB

Unhas-Universitas Ehime Jepang Teliti Likuifaksi Palu

Tim Peneliti telah berada di lapangan selama 14 hari sejak Ahad (24/6)

Rep: Inas Widyanuratikah/ Red: Esthi Maharani
Kawasan terdampak gempa dan likuifaksi di Palu, Sulawesi Tengah
Foto: Republika TV/Fakhtar Khairon Lubis
Kawasan terdampak gempa dan likuifaksi di Palu, Sulawesi Tengah

REPUBLIKA.CO.ID, MAKASSAR -- Tim Pusat Penelitian dan Pengembangan (Puslitbang) Studi Kebencanaan Universitas Hasanuddin melakukan riset bersama Tim Studi Kebencanaan Universitas Ehime Jepang di Sibalaya, Palu, Sulawesi Tengah.  Tim Peneliti telah berada di lapangan sejak Ahad (24/6) direncanakan akan berada di lapangan selama 14 hari.

"Diharapkan dalam penelitian ini, tim dapat mengungkap mekanisme likuifaksi dan mempelajarinya untuk kemudian menjadikan referensi mitigasi kebencanaan kedepan.  Penelitian ini juga akan sangat penting untuk dijadikan acuan dalam meninjau tata ruang di wilayah-wilayah rawan gempa di tempat lain agar korban jiwa maupun harta bisa diminimalkan," kata Adi, dalam keterangan resmi yang diterima Republika, Kamis (27/6).

Riset lanjutan ini difokuskan pada penggalian titik-titik tertentu untuk mengkaji fenomena likuifaksi yang melanda Palu dan sekitarnya pada 28 September 2018 lalu. Bencana gempa bumi dan likuifaksi ini telah menghebohkan dunia internasional, khususnya jajaran peneliti geologi.  Tujuan riset ini untuk mencari tahu mekanisme yang menyebabkan terjadinya likuifaksi pada saat bencana alam tersebut.

Sibalaya dipilih karena lokasinya yang sangat ideal untuk melakukan penggalian atau ekskavasi hingga sumber likuifaksi bisa diketahui. Pada saat gempa bumi dan likuifaksi melanda Sulawesi Tengah, daerah Sibalaya mengalami pergeseran sejauh kurang lebih 500 meter dari tempat asalnya.

Kepala Puslitbang Kebencanaan Unhas, Adi Maulana, mengatakan kerjasama riset ini didasarkan oleh MoU antara Unhas dan Ehime University. Tim melakukan ekskavasi di beberapa titik dengan menggunakan alat berat sedalam kurang lebih 5-7 meter dengan lebar 3-4 meter.

Lebih lanjut, Adi pun berharap hasil penelitian ini berguna tidak hanya untuk perkembangan ilmu pengetahuan tapi juga untuk keperluan mitigasi kebencanaan dimasa yang akan datang, agar korban jiwa dan harta bisa diminimalkan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement