Kamis 16 May 2019 14:27 WIB

Stop Memarahi dan Usir Anak dari Masjid

Stop memarahi dan menyuruh anak pergi dari masjid dengan alasan demi kekhusyukan

Anak-anak menikmati bermacam permainan di kawasan Masjid Pusdai, Kota Bandung, Selasa (7/5).
Foto: Republika/Edi Yusuf
Anak-anak menikmati bermacam permainan di kawasan Masjid Pusdai, Kota Bandung, Selasa (7/5).

Anak adalah anugerah sekaligus amanah. Lebih dari itu, anak adalah investasi akhirat kedua orangtuanya. Rasulullah saw telah mengabarkan tiga jenis amal jariyah (amal yang terus-menerus mengalir). Salah satunya adalah anak yang shalih.

Tentu sudah menjadi impian dan harapan setiap orang tua bisa mendidik anak-anaknya menjadi generasi yang shalih dan shalihah. Nah, momen Ramadhan saat ini bisa dijadikan ajang untuk mendidik anak-anak agar menjadi anak yang shalih. Salah satu caranya adalah dengan membiasakan mereka datang ke masjid untuk belajar shalat dan belajar membaca Al-Quran.

Baca Juga

Namun, sungguh hal yang sangat disayangkan apabila saat ini masih banyak diantara jamaah atau pengurus masjid yang tidak sabar dalam menghadapi anak-anak. Mereka takut kebiasaan ribut anak-anak mengganggu kekhusyukan orang yang sedang beribadah di masjid.Sehingga tidak jarang generasi penerus ini dimarahi atau diusir untuk keluar.

Padahal, Islam melarang memarahi anak-anak di masjid. Ada banyak dampak buruk yang akan dialami anak ketika orang dewasa melakukan ini. Tidak hanya saat masih kecil saja namun efeknya akan dirasakan hingga mereka telah dewasa. 

Alkisah, Umar Abdul Kafi pernah bertemu dengan seorang laki-laki berusia senja. Usianya sekitar enam puluh tahun. Sosok penulis buku al-Wa’dul Haq ini tidak menemukan tanda-tanda sujud di dalam diri laki-laki yang ditemuinya tersebut. 

Umar memberanikan diri untuk mengajukan sebuah pertanyaan dengan sangat hati-hati, “Kapan terakhir kali Anda menghadapkan diri kepada Allah Ta’ala?” Seraya menundukkan pandangannya, laki-laki ini berujar, “Sekitar lima puluh lima tahun silam. Saat usiaku lima tahun.”

Lelaki tersebut pun menceritakan, “Aku bergegas melakukan shalat bersama sahabat-sahabatku. Namun, ada seorang laki-laki dewasa yang mendatangiku sembari berkata ketus, ‘Enyahlah kalian! Berdirilah di sana (menunjuk arah luar masjid). Shalatlah di sana!.’”

Seketika itu juga, laki-laki itu keluar dari masjid dan tidak pernah lagi menuju masjid untuk beribadah. Selamanya. Bekas sakitnya masih tertancap kuat di dalam benak dan nuraninya karena diusir dari rumah Allah tempat ia dan teman-temannya melaksanakan sholat.

Sebagai jamaah tetap di sebuah masjid, kadang kita tidak mampu untuk bersikap bijaksana. Padahal, sikap bijaksana merupakan lambang kematangan sekaligus teladan dari Nabi Muhammad Saw.

Kita yang sering memarahi anak-anak di masjid ketika mereka ramai, mungkin lupa dengan apa yang pernah dicontohkan oleh Rasulullah Saw. Beliau pernah turun dari mimbar untuk mendekati cucunya yang tengah berlarian di area masjid lantas menggendongnya dan kembali melanjutkan khutbah.

Dalam hadist lain diceritakan bahwa saat Rasulullah sujud dalam sholat, Hasan dan Husein bermain menaiki punggung Rasulullah. Jika ada sahabat yang ingin melarang Hasan-Husein, maka Rasulullah memberi isyarat untuk membiarkannya. Apabila shalat telah selesai, Rasulullah memangku kedua cucunya itu (HR: Ibnu Khuzaimah).

Kemarahan kita bahkan semakin memuncak saat kita merasa paling khusyuk. Lalu celoteh anak-anak dan tawa kecil mereka seolah menjadi alasan terbuyarkannya kekhusyukan yang kita upayakan dengan susah payah.

Alhasil, kita dengan segera menyalahkan anak-anak itu dan berusaha untuk segera mengenyahkannya dengan segenap kemampuan yang kita miliki sebagai orang tua. Mungkin kita lupa bahwa kemarahan yang kita tumpahkan amat besar peluangnya untuk menyingkirkan anak-anak dari masjid-masjid.

Padahal ketika kita sudah meninggal dunia, siapa yang akan melanjutkan kebiasaan kita untuk sholat berjamaah di masjid jika bukan anak-anak ini. Mereka kelak akan tumbuh dewasa dan menggantikan kita. Namun apa jadinya jika kelak mereka enggan menuju masjid karena trauma atas kemarahan yang dahulu pernah kita lontarkan tanpa sedikit pun niat untuk menyampaikan nasihat.

Untuk kita orang dewasa yang kerap melontarkan kemarahan kepada anak-anak di masjid atas nama kekhusyukan dan merasa paling layak memarahi. Semoga kisah ini bisa memberikan pelajaran untuk lebih bijak bersikap terhadap segala tingkah yang dilakukan anak-anak di dalam masjid.

Jika kita pernah sengaja atau tidak sengaja melakukannya, bergegaslah untuk meminta ampun kepada Allah Swt karena telah menghalangi seorang hamba dari mendekat dan beribadah kepada-Nya. Serta mulailah untuk bersikap lemah lembut dalam menyikapi segala tingkah laku anak-anak di masjid. Wallahua'lam bish shawab.

Pengirim: Widya Fauzi, Pengajar dan Founder Bandung Storytelling Club

Disclaimer: Retizen bermakna Republika Netizen. Retizen adalah wadah bagi pembaca Republika.co.id untuk berkumpul dan berbagi informasi mengenai beragam hal. Republika melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda baik dalam dalam bentuk video, tulisan, maupun foto. Video, tulisan, dan foto yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim. Silakan kirimkan video, tulisan dan foto ke [email protected].
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement