Sistem pendidikan yang dirancang oleh suatu negara berkaitan erat dengan ideologi yang diembannya. Ideologi inilah yang akan menentukan arah dan tujuan karakteristik masyarakat yang dibentuknya. Ideologi sekuler hanya akan menghasilkan karakteristik masyarakat sekuler, yang memisahkan agama dari kehidupan sehari-hari.
Nilai-nilai spiritual religius hanya berlaku pada ranah ibadah semata dan bersifat personal. Wajar, jika akhirnya dalam penyusunan kurikulum, nilai religius hanya ada pada pelajaran agama. Tidak ada pada pelajaran lainnya. Wajar pula akhirnya karakteristik masyarakat yang dihasilkan adalah masyarakat materialistik yang hanya memandang profit oriented.
Sistem pendidikan Islam meletakkan akidah Islam sebagai asas dalam penyusunan kuriulumnya. Islam diletakkan sebagai way of life, tidak hanya sebatas ibadah ritual saja. Tujuan pendidikan dalam Islam adalah untuk membentuk manusia yang memiliki kepribadian Islam, handal dalam keilmuan, menguasai sains dan teknologi dan terampil.
Pembentukan kepribadian Islam dimulai sejak jenjang TK dan SD, yaitu dengan memberikan materi dasar yang bertujuan menanamkan akidah dan keimanan yang kokoh. Pengenalan dan penerapan hukum syara dijenjang ini adalah yang menghantarkan pada kekokohan iman siswa. Siswa pun tidak diajarkan ilmu-ilmu yang mengadopsi ideologi selain Islam.
Pada tingkat SMP hingga perguruan tinggi, materi dan penerapan hukum syara akan ditingkatkan. Di tingkat ini, siswa dianggap telah mantap akidahnya dan mampu melaksanakan seluruh kewajibannya. Di tahap ini dilakukan peningkatan dan pematangan dengan tujuan untuk menjaga dan menguatkan siswa dalam keterikatannya terhadap hukum syara.
Agar seluruh rangkaian pendidikan dapat berjalan dengan baik, maka negara memiliki peran yang sangat besar. Negara tidak hanya berperan sebatas regulator yang menyusun kurikulum dan kebijakan-kebijakan yang bersifat administrasi saja. Negara harus menyiapkan seperangkat alat yang dibutuhkan agar sistem pendidikan dapat terselenggara.