Senin 22 Apr 2019 15:01 WIB
Kartini dan Islam di Jawa

Garis Keturunan Kartini dan Kegelisahannya Belajar Alquran

Orang tua Kartini menanamkan pendidikan agama sangat ketat kepada anak-anaknya.

Rep: Bowo Pribadi/ Red: Karta Raharja Ucu
Kartini dan keluarganya
Foto: Tropen Museum
Kartini dan keluarganya

Garis keturunan sebagai pemeluk Islam pada diri Raden Ajeng (RA) Kartini cukup tegas. RMAA Sosroningrat merupakan putra ketiga dari Bupati Demak, RMAA Tjondronegoro IV. Pun demikian, dengan Mas Ajeng Ngasirah (ibu kandungnya). Kendati bukan pemilik trah priayi, MA Ngasirah merupakan putri pasangan Kiai Haji Modirono dengan Nyai Hajah Siti Aminah.

Kiai Haji Modirono merupakan seorang guru agama sekaligus menjadi pimpinan sebuah pesantren dari Telukawur, Kabupaten Jepara, yang kesehariannya juga merupakan pedagang kopra di Mayong, Kabupaten Jepara. Dari silsilah keturunan ini sudah menunjukkan kedua kakek RA Kartini merupakan pemeluk Islam. Dalam sistem sosial (patriarki), warisan tersebut biasanya mengakar kuat kepada para cucunya.

Baca Juga

Karena itu, dalam hal kehidupan spiritual pun RA Kartini tumbuh di lingkungan yang, tidak diragukan lagi, menanamkan nilai keislaman. Setidaknya ini diungkapkan oleh penulis buku Kartini Penyulut Api Nasionalisme, Hadi Priyanto.

Sebagai putri bangsawan di lingkungan penguasa, Kartini kecil cukup beruntung. Karena, ayahnya sangat memperhatikan bekal kecakapan yang dibutuhkan putra- putrinya, di tengah ketatnya pranata adat Jawa yang ada di dalam pagar pendopo kabupaten.

Selain memberikan kesempatan kepada Kartini kecil untuk bersekolah di Europese Lagere School (ELS) setingkat sekolah dasar bagi anak-anak Belanda, ayahnya juga memberikan bekal kecakapan tambahan yang harus dikuasai para putrinya tersebut. "Kalau kita analogikan dengan era kekinian, semua bekal kecakapan itu diberikan kepada para putri RMAA Adipati Ario Sosroningrat secara privat, dengan mendatangkan guru khusus untuk mengajar Kartini dan adik-adiknya," kata Hadi.

Untuk urusan bekal keterampilan, ia menjelaskan, ada guru atau pemilik kecakapan yang diundang untuk meng ajarkan putra-putri bupati. Seperti menyulam, menjahit, kete rampilan memasak, dan membatik.

Agar putra-putrinya menguasai budaya atau bahasa Jawa dengan baik, didatangkan juga guru bahasa Jawa, pun demikian dengan pembelajaran bahasa Belanda. "Termasuk untuk mengajarkan kepada RA Kartini kecil dan adik-adiknya membaca Alquran, "ujarnya menjelaskan.

Semua itu, lanjut Hadi, memang diberikan oleh RMAA Sosroningrat yang juga memiliki keinginan agar putri-putrinya memiliki kemampuan serta kecakapan yang lebih luas, kendati harus mengingkari adat perempuan tak perlu sekolah. Dalam bukunya, Hadi juga mengungkap, setiap sore, di luar jam belajar di ELS, Kartini bersama kedua adiknya, RA Roekmini dan RA Kardinah, juga mendapatkan pelajaran tambahan menjahit, menyulam, serta membaca Alquran secara bergantian sesuai penjadwalan.

Memang, lanjutnya, dalam proses Kartini ketika mempelajari Alquran, ada kegundahan yang berangkat dari besarnya keingintahuan Kartini, yang saat itu juga masih bocah dan baru akan beranjak remaja. Yakni, tentang nilai Islam serta makna dari Kalam ilahi tersebut.

Bagaimana ia diajarkan membaca Alquran, tetapi tidak tahu terjemahannya. "Bagi RA Kartini, ini menjadi sebuah persoalan," katanya menjelaskan.

Dengan begitu, lanjutnya, pelajaran membaca Alquran ini sempat menjadi pelajaran tambahan yang tidak disukai Kartini bersama adik-adiknya. Sebab, mereka tidak mengerti apa makna yang diucapkan.

Hal itu tentu membuat ibu mereka marah. Karena --baik MA Ngasirah maupun RA Moerjam-- sangat ketat dalam hal menanamkan keislaman kepada mereka. Yang membuat RA Kartini semakin gundah, ia selalu dimarahi guru membaca Alquran setiap kali mempertanyakan apa makna dari Alquran tersebut.

Dengan demikian, di kemudian hari, juga disampaikan RA Kartini kepada para sahabat-sahabatnya di Belanda melalui korespondensi maupun dalam tulisan-tulisannya. "Kegelisahan Kartini tersebut seperti sebuah kritik yang berangkat dari kejujurannya melihat persoalan," ujar Hadi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement