Jumat 05 Apr 2019 21:48 WIB

Mengakhiri Derita Umat Islam dari Islamofobia

Islamofobia yang membuat umat menderita terjadi hampir di seluruh dunia

Illustrasi Islamophobia(18/3).
Foto: Republika/Mardiah
Illustrasi Islamophobia(18/3).

Sebagaimana dikutip Manchester evening News, badan amal Tell MAMA mengatakan bahwa  kasus Islamofobia meningkat di Inggris sepekan setelah aksi teroris membantai kurang lebih 50 jamaah di dua masjid di Cristchurch. Pemimpin Tell MAMA juga mengatakan bahwa motif serangan tersebut karena sikap kebencian terhadap muslim.

Hal ini jelas menunjukkan bahwa beberapa orang melihat muslim layak untuk menerima kebencian, dan sekarang jelas bahwa kita memiliki ideologi kebencian yang berkelanjutan dan terus menerus yang fokus terhadap muslim.

Baca Juga

Belum kering air mata duka umat Islam dunia akibat serangan terhadap muslim Cristchurch Selandia Baru, mereka kini kembali menangisi saudara muslim Mali. Aksi sejumlah pria menyamar sebagai pemburu dan membantai setidaknya 134 petani dan muslim di Ogossogou, Mali tengah, pada hari Sabtu menyisakan cerita mengerikan.

Menurut PBB, wanita yang sedang hamil ikut dibunuh dan beberapa korban dibakar hidup-hidup. Di mana video terbaru dari aksi terorisme itu beredar pada hari Minggu. Video menunjukkan para korban berserakan di tanah di tengah sisa-sisa rumah mereka yang terbakar.

Islamofobia ini tidak hanya menghantui umat Islam di Eropa, namun hampir merata di seluruh bagian bumi yang ditinggali oleh umat islam. Lihatlah bagaimana Cina sampai saat ini menyiksa muslim Uyghur, bagaimana Israel tangannya masih dibasahi darah-darah sipil Palestina, termasuk darah bayi-bayi yang tak berdosa. Sesak dada ini melihat nasib suadara muslim Rohingya yang sampai sekarang tak tau harus tinggal di mana karena pengusiran dan pembantaian yang dilakukan oleh otoritas Myanmar.

Islamofobia dan Ketakutan Terhadap Kembalinya Kekuatan Politik Islam

Islamofobia yang marak berkembang dari eropa hingga hampir meliputi seluruh belahan dunia saat ini, memiliki akar sejarah yang kuat di masa lalu. Ketakutan terhadap pengaruh Islam yang semakin meluas mulai tertanam di kalangan masyarakat Barat untuk pertama kalinya semasa Perang Salib (antara 1095–1291) yang melibatkan tentara Muslim dan Kristen Eropa.

Pada masa-masa itu, Kekaisaran Bizantium dan Gereja Roma menggunakan propaganda sentimen anti-Islam untuk merebut Yerusalem dari tangan kaum Muslimin.“Para sejarawan mencatat, jumlah orang Islam dan Yahudi yang terbunuh di al-Quds (Yerusalem) selama berlangsungnya Perang Salib tidak kurang dari 70 ribu jiwa,” ungkap A Said Gul dalam tulisannya, History of Islamophobia and Anti-Islamism yang dimuat oleh the Pen Magazine (2011).

Pada masa pemerintahan Dinasti Umayyah di Andalusia (Spanyol), beberapa jenis pertikaian yang terjadi antara penduduk Kristen dan Muslim juga didasari oleh fobia terhadap Islam. Puncak dari konflik itu adalah Reconquista, yakni penaklukan kembali Semenanjung Iberia oleh kaum Kristen Eropa yang ditandai dengan runtuhnya Emirat Granada pada 1492.

Dan pada tahun 2004, Daniel Pipes, pendiri Middle East Forum yang juga dikenal sebagai dalang gerakan Islamophobia menulis sebuah artikel berjudul “Rand Corporation and Fixing Islam”. Dalam tulisannya tersebut, Pipes mengaku senang. Harapannya untuk memodifikasi Islam berhasil diterjemahkan dalam sebuah strategi oleh peneliti Rand Corporation, Cheryl Benard.

Sebelumnya, Cheryl Benard, yang berdarah Yahudi ini pernah mencetuskan ide untuk mengubah Islam menjadi agama yang pasif dan tunduk kepada Pemerintah AS. Serangkaian strategi pun dirancang dan dituliskan. Ia memaparkan konsepnya itu dalam buku berjudul “Civil Democratic Islam: Partners, Resources, and Strategies.”

Gayung bersambut. Presiden George W. Bush Jr menyambut strategi tersebut. Khilafah menjadi salah satu ajaran dalam Islam yang mereka hantam. Dalam sebuah pidatonya pada bulan September 2006, Bush mengungkapkan:

“Mereka berharap untuk membangun utopia politik kekerasan di Timur Tengah, yang mereka sebut Khilafah.. Khilafah ini akan menjadi kekaisaran Islam totaliter yang mencakup semua wilayah Muslim, baik saat ini maupun di masa lalu, membentang dari Eropa ke Afrika Utara, Timur Tengah, hingga Asia Tenggara…”

Tak hanya itu, dalam pidato yang sama, Bush pun bersumpah, tak akan membiarkan khilafah tegak. “Saya tidak akan membiarkan hal ini terjadi. Dan tidak ada seorangpun Presiden Amerika di masa depan yang akan membiarkannya juga.”

Islamofobia sesungguhnya sudah ada sejak Rasulullah SAW diutus. Saat itu tokoh-tokoh kafir Quraisy menolak dakwah Rasulullah saw. dengan berbagai cara. Mereka mulai dengan cara yang halus yakni lobi dan tawaran harta, tahta dan wanita agar beliau menghentikan dakwah. Saat semua itu gagal, mereka mulai dengan cara yang kasar yakni “black campaign” dengan menyebut Rasulullah sebagai tukang sihir, lalu menganiaya hingga memboikot beliau dan pengikutnya selama sekitar tiga tahun.

Jadi, tujuan besar dari proyek Islamofobia ini tak lain adalah ingin mencegah bahkan menghentikan laju gerbong politik Islam dalam bingkai Khilafah yang semakin kencang di atas relnya. Dan tentu saja hal ini tak akan pernah mereka lakukan.  Karena kebangkitan politik Islam semakin menyeruak dan meninggi seiring dengan kesadaran umat Islam akan perisai hakiki yang akan menyelematkan mereka dari berbagai ketertindasan akibat proyek jahat Islamofobia tersebut.

Kalau bukan Khilafah, Lalu Siapa yang Akan menjadi Perisai Umat Islam ?

Imam Bukhari dan Muslim telah meriwayatkan hadits dari jalur Abu Hurairah radhiya-Llahu ‘anhu, bahwa Nabi shalla-Llahu ‘alaihi wa Sallama, bersabda:

“Sesungguhnya seorang imam itu [laksana] perisai. Dia akan dijadikan perisai, dimana orang akan berperang di belakangnya, dan digunakan sebagai tameng. Jika dia memerintahkan takwa kepada Allah ‘Azza wa Jalla, dan adil, maka dengannya, dia akan mendapatkan pahala. Tetapi, jika dia memerintahkan yang lain, maka dia juga akan mendapatkan dosa/adzab karenanya.” [Hr. Bukhari dan Muslim]

Makna, al-Imâm Junnat[un] [Imam/Khalifah itu laksana perisai] dijelaskan oleh Imam an-Nawawi:

“Maksudnya, ibarat tameng. Karena dia mencegah musuh menyerang [menyakiti] kaum Muslim. Mencegah masyarakat, satu dengan yang lain dari serangan. Melindungi keutuhan Islam, dia disegani masyarakat, dan mereka pun takut terhadap kekutannya.”

Begitu juga frasa berikutnya, “Yuqâtalu min warâ’ihi, wa yuttaqâ bihi” [Dia akan dijadikan perisai, dimana orang akan berperang di belakangnya, dan digunakan sebagai tameng.

“Maksudnya, bersamanya [Imam/Khalifah] kaum Kafir, Bughat, Khawarij, para pelaku kerusakan dan kezaliman, secara mutlak, akan diperangi. Huruf “Ta’” di dalam lafadz, “Yuttaqa” [dijadikan perisai] merupakan pengganti dari huruf, “Wau”, karena asalnya dari lafadz, “Wiqâyah” [perisai].”

Mengapa hanya Imâm/Khalîfah yang disebut sebagai Junnah [perisai]? Karena dialah satu-satunya yang bertanggungjawab sebagai perisai, sebagaimana dijelaskan dalam hadits lain:

“Imam/Khalifah itu laksana penggembala, dan hanya dialah yang bertanggungjawab terhadap gembalaannya.” [Hr. Bukhari dan Muslim]

Menjadi Junnah [perisai] bagi umat Islam, khususnya, dan rakyat umumnya, meniscayakan Imâm harus kuat, berani dan terdepan. Bukan orang yang pengecut dan lemah. Kekuatan ini bukan hanya pada pribadinya, tetapi pada institusi negaranya. Kekuatan ini dibangun karena pondasi pribadi dan negaranya sama, yaitu akidah Islam. Inilah yang ada pada diri Nabi shalla-Llahu ‘alaihi wa Sallama dan para Khalifah setelahnya, sebagaimana tampak pada surat Khalid bin al-Walid:

“Dengan menyebut asma Allah, yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Dari Khalid bin al-Walid, kepada Raja Persia. Segala puji hanya milik Allah, yang telah menggantikan rezim kalian, menghancurkan tipu daya kalian, dan memecahbelah kesatuan kata kalian. Maka, masuk Islamlah kalian. Jika tidak, bayarlah jizyah. Jika tidak, maka aku akan datangkan kepada kalian, kaum yang mencintai kematian, sebagaimana kalian mencintai kehidupan.”

Makna hadits di atas dengan jelas dan tegas menyatakan, bahwa Khilafahlah satu-satunya pelindung umat, yang menjaga agama, kehormatan, darah dan harta mereka. Khilafahlah yang menjadi penjaga kesatuan, persatuan dan keutuhan setiap jengkal wilayah mereka.

'Ala kulli hal, di awal tahun 2019 ini, darurat Islamofobia yang melanda dunia telah menjadi lonceng yang menandakan bahwa kaum kafir  tidak akan berhenti menyiksa, membantai dan membunuhi umat Islam karena kebenciannya. Sekaligus menjadi lonceng peringatan terhadap kaum muslimin khususnya dan dunia pada umumnya akan kebutuhan mendesak untuk segera mewujudkan perisai umat, yaitu Khilafah Islamiyah. Wallahua'lam.

Pengirim: Yulida Hasanah*

*Penulis adalah pemerhati masalah sosial politik dan Anggota Forum Silaturahmi Majlis Ta'lim dan Muballighoh Jember

Disclaimer: Retizen bermakna Republika Netizen. Retizen adalah wadah bagi pembaca Republika.co.id untuk berkumpul dan berbagi informasi mengenai beragam hal. Republika melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda baik dalam dalam bentuk video, tulisan, maupun foto. Video, tulisan, dan foto yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim. Silakan kirimkan video, tulisan dan foto ke [email protected].
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement