Kamis 28 Mar 2019 13:31 WIB

Arti Sesak di Dada Fahrie

Sorot matamu hanya satu-satunya di dunia ini

Arti Sesak di Dada Fahrie
Foto:

Perubahan tak luput dari bangunan tempat ini. Warna cat semakin memerah disertai model iklan yang melekat pada satu sebelah dinding. Sejumlah kursi berjajar di depan meja kaca tembus pandang. Tersisa satu dua pelanggan pada jam-jam malam, berbeda dengan beberapa waktu sebelumnya.

Penyedia layanan serupa kian merajalela, dapat ditemui dalam setiap kilometer jalan raya. Itu sebabnya tempat ini tak seramai dahulu kala.

“Iya selamat malam juga. Kok kamu bisa tau kalau aku?” kata Aida heran yang sedang tak menampakkan seluruh parasnya.

“Iyalah, sorot matamu hanya satu-satunya di dunia ini,” bual Fahrie menggombal.

“Dan, selamat malam untuk Mas tampan ini. Calonnya Aida ya pasti?” lanjut Fahrie yang hendak menjalin perkenalan dengan lelaki di samping Aida.

“Waduh.. bukan Mas, saya ke sini beli pulsa aja dan tidak saling kenal dengan Mbak ini,” sambut lelaki menerangkan yang sesungguhnya.

Seorang lelaki yang duduk di sebelah Aida hanyalah pelanggan di lapak pengisian pulsa elektrik itu. Setiap orang memungkinkan untuk dipertemukan pada waktu yang sama di tempat itu.

Aida mematung, mendapati sikap Fahrie yang tak berubah selama mereka tak bersemuka. Prasangka, praduga, segala perkiraan tetap liar dalam dirinya. Kendati Aida terkadang menganggapnya sebagai ulah jenaka yang memicu gelak tawa.

Seusai transaksi menuai keberhasilan, lelaki yang tak sesuai persangkaan Fahrie ini pun beranjak pamit dan pergi entah ke mana. Kursi kosong yang ditinggalkan segera diisi oleh Fahrie. Perbincangan perihal kabar tak terelakkan sembari mereka memenuhi keperluannya masing-masing.

“Lalu, bagaimana tentang asmaramu?” celetuk Fahrie yang sudah mulai menjurus.

“Belum dipertemukan dengan yang semestinya. Doakan untuk segera. Kau sendiri?” sahut Aida menyelipkan permintaan doa.

“Hahaha bahkan aku tak sempat memikirkan hal itu,” jawab Fahrie berleha-leha.

Sambil berceloteh, Fahrie tersadar jika kemungkinan sebuah papan kayu pengapit kertas berada dalam cengkeramannya sedari tadi. Kala menemukan jeda di sela pembicaraan, Fahrie pun membalikkan kertasnya dan mengeja setiap kalimat dilengkapi bagan penjelasnya di papan kayu yang tak lagi mulus. Meskipun demikian, tinta masih membekas samar dan bisa diterjemahkan oleh Fahrie. Ia pun memperlihatkannya kepada Aida.

“Jika di usia dua puluh lima masing-masing dari kita belum menemukan pasangan, maka kita akan bersama. Dengan catatan, perjanjian ini dibatalkan jika salah satu dari kita telah menikah sebelum menginjak usia yang telah disebutkan.”

Sebuah paragraf tersebut tak sukar untuk diingat oleh Aida. Janji yang tercetus dari gagasan absurd Fahrie dua tahun terlampau. Aida pun tak mengasa jika pada akhirnya papan kayu itu menjadi awal ke terikatan dirinya terhadap Fahrie dalam jalinan yang serius. Tuhan mempersatukan mereka di luar sudut dugaan Aida, beriringan dengan cinta yang mulai bersemi di hatinya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement