Kamis 07 Feb 2019 01:11 WIB

Imlek Terbuka: Dikekang Soeharto, Dibebaskan Gus Dur

Gus Dur dinasbihkan sebagai Bapak Tionghoa Indonesia karena mengizinkan Imlek terbuka

Rep: Umi Nur Fadhilah/ Red: Karta Raharja Ucu
Umat yang merayakan hari raya Imlek nampak melakukan ibadah di Vihara Dharma Jaya Toasebio, di bilangan petak 9, Jakarta, Selasa (5/2).
Foto: darmawan / republika
Umat yang merayakan hari raya Imlek nampak melakukan ibadah di Vihara Dharma Jaya Toasebio, di bilangan petak 9, Jakarta, Selasa (5/2).

Gus Dur mendasarkan keyakinan perjuangan membantu warga yang lemah dan marginal, bersumber pada keyakinan teologis. Gus Dur berpijak pada pandangan universal tentang kedamaian dan humanisme. Gus Dur menjadikan kebinekaan sebagai semangat perjuangan. Kebinekaan itu terefleksikan dalam pemikiran dan sikapnya memaknai Pancasila.

Dalam buku Peace Education & Pendidikan Perdamaian Gus Dur, Ahmad Nurcholish menulis, sejarah bangsa Indonesia mencatat bagaimana warga Tionghoa ikut bahu-membahu perjuangan kemerdekaan Indonesia melawan kolonial Belanda dengan mamasok senjata. Pada dasarnya, kehidupan kelompok Tionghoa di Nusantara telah membaur dengan masyarakat setempat. Begitu besarnya pengaruh pembauran ini hingga mampu memengaruhi sejarah perkembangan kehidupan kerajaan dengan rajanya, dan perkembangan agama Islam dengan para ulamanya.

Langkah yang diambil Gus Dur sulit diterima. Bahkan, bertentangan dengan pendapat umum yang menimpakan kesalahan pada orang Tionghoa, sebagai penyebab krisis ekonomi saat itu.

Beberapa saat setelah tragedi Mei 1998, Gus Dur yang masih menjabat Ketua Umum Pengurus Besar Nahdatul Ulama (PBNU) menyerukan kepada keturunan Tionghoa Indonesia di luar negeri, segera kembali ke Indonesia. Gus Dur menjamin keselamatan mereka.

Kepada warga pribumi, Gus Dur mengimbau agar mau menerima dan berbaur dengan warga keturunan Tionghoa. Perjuangan Gus Dur membela kaum minoritas semakin tegas ketika menjabat Presiden keempat RI.

Yang dilakukan Gus Dur terkait etnis Tinghoa dan warga minoritas lainnya, merupakan langkah penting bagi Indonesia. Negara dan bangsa tidak akan kuat jika masih memelihara tindak diskriminatif terhadap orang atau kelompok tertentu yang dianggap minoritas. Bagi Gus Dur, semua warga negara memiliki kedudukan setara. Kesetaraan antarwarga negara itulah yang menjadi landasan kokoh bagi terwujudnya persaudaraan, kerukunan, dan perdamaian.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement