Kamis 24 Jan 2019 17:45 WIB
Lipsus Jenderal Soedirman

Mengapa Soedirman Jadi Panglima Besar?

Soedirman mengalahkan tokoh-tokoh militer lain yang lebih senior

Jenderal Soedirman di awal tahun 1946
Foto: Wikipedia
Jenderal Soedirman tiba di Jakarta pada tanggal 1 November 1946.

Dalam buku yang ditulis eks ajudan Soedirman, Tjokropranolo, berjudul "Jenderal Soedirman Pemimpin Pendobrak Terakhir Penjajahan di Indonesia, Kisah Seorang Pengawal" (1993) dirunutkan bagaimana detik-detik pemilihan tersebut:

..."Suasana rapat menjadi makin hangat dan ramai tatkala pemilihan Pimpinan Tertinggi TKR dimulai, tetapi karena yang hadir belum siap untuk mengajukan calon masing-masing, maka atas prakarsa Pak Dirman rapat diskors sebentar. Pada saat itu nampaknya sudah kelihatan kebijaksanaan dan kearifan Pak Dirman yang ketika itu berpangkat kolonel dan termasuk pimpinan yang perlengkapan dan senjata pasukannya tergolong paling banyak. Profesi ketentaraan Pak Dirman adalah seorang berpendidikan PETA; sedang profesi sipil beliau adalah sebagai guru sekolah Muhammadiyah, pemimpin Pemuda Muhammadiyah, pimpinan Koperasi Kabupaten, dan sebagai anggota Dewan Daerah DPRD. Pula sebagai pimpinan baik pramuka Hisbulwathon maupun Kepanduan Bangsa Indonesia. Ketika rapat dimulai lagi, pimpinan rapat dipegang oleh Holland Iskandar. Pemilihan berjalan secara terbuka, demokratis, dan pada papan tulis dicantumkan nama-nama calon, di antaranya yakni Hamengkubuwono IX, Widjoyo Soeryokusumo, GPH Prabunegoro, Oerip Soemohardjo, Soedirman, Suryadarma, M Pardi, dan Nazir.

"Pemilihan dilakukan dengan hanya mengangkat dan mengacungkan tangan satu per satu, setelah nama-nama calon disebutkan oleh panitia. Pemilihan dilakukan tiga kali. Yang pertama dua orang calon gugur. Pemilihan selanjutnya dua orang calon juga gugur lagi. Barulah pada pemilihan yang ketiga, giliran nama Kolonel Soedirman disebut. Hasil hitungan menunjukkan suara terbanyak bagi calon yang namanya disebut terakhir kali (catatan: pernyataan ini diperoleh dari Pak Jatikusumo yang disampaikan pada peringatan wafatnya Pak Dirman pada 9/2/1991). Selisih perbedaan suara yang diperoleh antara Pak Dirman dan Pak Oerip Soemohardjo tidak banyak. Tetapi dari enam divisi di Sumatera yang mewakili enam suara memberikan seluruh suaranya itu kepada Pak Dirman. Dalam rapat itu, Pak Dirman sebagai salah satu bekas opsir PETA yang pada waktu itu baru berusia 29 tahun, terpilih sebagai Panglima TKR. Kenyataannya ada perwira-perwira yang usianya lebih tua dari beliau dan hampir semua perwira komandan panglima di daerah-daerah berasal dari PETA dan Gyugun. Hal itu merupakan keputusan yang psikologis sangat bijaksana apabila yang menjadi panglima adalah juga berasal dari perwira PETA. Mungkin juga beliau terpilih karena dalam kenyataannya para komandan adalah unsur PETA.

"Oerip Soemohardjo yang usianya jauh lebih tua, diminta untuk tetap menjadi kepala staf umum TKR. Beliau dianggap mahir soal strategi militer dalam menghadapi tentara Belanda. Di samping itu juga, tokoh ini adalah seorang profesional di dalam urusan organisasi kemiliteran. Tetapi di pihak lain, latar belakang militernya sebagai seorang bekas opsir KNIL membuat dirinya dicurigai oleh banyak perwira TKR yang lebih muda usianya. Ini dapat dimengerti karena mereka-mereka ini tidak dididik dan dilatih oleh Belanda, musuh kita pada saat itu. Mereka-mereka pada waktu itu tidak bersedia memberikan kepercayaan dan dukungan kepada orang-orang yang pernah ikut Belanda.

"...Akibatnya banyak dari perwira-perwira TKR yang mendukung Pak Dirman untuk menduduki jabatan sebagai orang nomor satu di jajaran TKR. Mengapa Pak Dirman? Apakah beliau dikenal baik oleh semua komandan divisi di Sumatera dan di lain-lain daerah? Bentuk perawakannya tidak sekokoh rekan perwira yang lainnya, meskipun pernah mengikuti latihan PETA sebagai daidancho, namun sifat hakikinya adalah seorang pendiam, teguh hati, lemah lembut dalam bertutur kata, tetapi tegas sebagai seorang pemimpin dalam ketentaraan. Beliau lebih banyak mendengar pendapat orang lain, tetapi cepat mengambil kesimpulan yang tepat. Sekali putusan diambil, tidak dapat mudah diubah lagi oleh siapa pun.

"Memang di kalangan perwira-perwira Jawa yang besar jumlah anggotanya, Pak Dirman mempunyai kelebihan daya tarik dan dipandang punya kharisma yang besar. Setidaknya di zaman pendudukan Jepang beliau pernah duduk sebagai anggota Dewan Daerah Syu Sangi Kai di Purwokerto Jawa Tengah, sehingga sedikit banyak mempunyai pengalaman di bidang sosial politik.

"Mungkinkah pilihan itu diberikan berkat kepemimpinannya selama hari-hari pertama pembentukan BKR di Banyumas, yang mengadakan perlucutan senjata terhadap balatentara Jepang dengan jalan diplomasi tanpa banyak korban. Atau karena Pak Dirman memimpin divisi yang persenjataannya lebih banyak yang diperoleh dari hasil penyitaan dari pihak Jepang sehingga dapat membantu divisi lain yang kekurangan persenjataannya?

..."Ataukah karena beliau seorang yang pernah menjabat sebagai guru Muhammadiyah yang biasanya memiliki sifat kebapakan. Ataukah karena beliau selalu tekun menjalankan agamanya yaitu agama Islam sehingga beliau berkat rahmat dan bimbingan Allah SWT lahir sebagai seorang pemimpin..."

 ed: Stevy Maradona

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement