Rabu 23 Jan 2019 16:46 WIB

Kebijakan Wakaf

Jalannya praktik wakaf juga berkaitan dengan politik kenegaraan.

Rep: Hasanul Rizqa/ Red: Agung Sasongko
Ilustrasi Tanah Wakaf
Foto:

Rasulullah SAW membiarkan untanya berjalan tanpa tuntunan. Binatang itu berhenti di sebidang lahan. Di sanalah Rasulullah SAW memutuskan lokasi pendirian masjid dan tempat tinggalnya sendiri selama di Madinah. Lahan itu ternyata milik dua orang anak yatim yang diasuh Asas bin Zararah, yakni Suhail dan Sahl.

Rasulullah SAW meminta kerelaan keduanya agar mau menjual tanah tersebut. Adapun mereka lebih suka mewakafkannya kepada Rasu- lullah SAW. Namun, Rasulullah SAW merasa enggan dan lebih memilih untuk membelinya dari mereka. Keduanya pun setuju.

Lahan itu terjual kepada Rasulullah SAW dengan harga 10 dinar. Dalam proses pembangunannya mula-mula, sejumlah makam dan kebun kurma yang berada di lahan ini dipindahkan ke lokasi yang berbeda. Dengan begitu, lahan wakaf Ra sulullah SAW ini benar-benar siap sebagai lokasi pendirian Masjid Nabawi.

Tangan Rasulullah SAW sendiri yang meletakkan batu pertama fon- dasi Masjid Nabawi. Beliau mendekapkan batu besar itu di dadanya untuk kemudian mele- takkannya di atas lahan tersebut.

Sejumlah sahabat hendak mencegah agar Rasulullah SAW tidak perlu berlelah-lelah. Namun, beliau dengan sopan mencegah mereka. Inilah teladan kepemimpinan go- tong-royong, bukan bermental penguasa yang tahu serbaberes. Perlu waktu sekitar 12 hari untuk membangun Masjid Nabawi.

Bentuknya amat sederhana, tidak se megah kini. Kala itu, luas bangunan masjid ini sekira 35x30 meter persegi, dengan tinggi sekira 17 hasta. Atapnya terbuat dari pelepah daun kurma yang telah dijemur. Dindingnya merupakan lempung tanah dan batu-batu yang disusun rata.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement