Rabu 23 Jan 2019 16:00 WIB

Asal-Usul Wakaf dalam Islam

Satu hal yang cukup istimewa dari wakaf adalah, pahala yang mengalir.

Rep: Hasanul Rizqa/ Red: Agung Sasongko
Ilustrasi Wakaf / Wakaf Produktif
Foto:

Di ranah fikih, cukup beragam definisi tentang wakaf. Mazhab Hanafi, misalnya, mengartikan wakaf sebagai upaya menahan suatu benda yang menurut hukum tetap milik pewakaf (wakif) dengan pemanfaatannya demi kebajikan bersama. Oleh karena itu, wakif boleh menarik kembali atau menjual benda tersebut.

Agak berbeda dengan definisi itu, mazhab Maliki menilai, akad wakaf mesti mencegah pewakaf dari tindakan-tindakan yang dapat melepaskan kepemilikannya atas benda yang diwakafkannya itu kepada yang lain. Pewakaf juga tidak boleh menarik kembali wakafnya dalam masa tertentu yang sesuai akad. Karena itu, mazhab Maliki melarang wakaf berlaku kekal.

Adapun mazhab Syafii dan Hambali tentang ini hampir sama. Imam Syafii mendefinisikan wakaf sebagai tidak melakukan suatu tindakan atas suatu benda, yang berstatus milik Allah, dengan menyedekahkan manfaatnya kepada kebajikan sosial. Bagi dua mazhab tersebut, wakaf berarti melepaskan harta yang diwakafkan dari pewakaf setelah sempurna akad.

Dengan demikian, pewakaf tidak dapat melakukan apa-apa terhadap harta tersebut. Pewakaf juga tidak dapat melarang penyaluran sumbangan kemanfaatan harta itu. Bila pewakaf meninggal dunia, harta tersebut tidak dapat jatuh ke ahli warisnya.

Ada lima rukun wakaf, yakni pewakaf, harta yang akan diwakafkan, tujuan wakaf (mauquf `alaih), kata-kata penegasan dari pewakaf (lebih baik tertulis), dan penerima yang juga pengelola harta tersebut (nazir).

Untuk rukun yang pertama, pewakaf mesti merupakan pemilik sah dari harta yang akan diwakafkan itu. Dia wajib pula sudah sampai usia dewasa dan tidak boleh memiliki utang jika seluruh harta yang akan diwakafkan hanya cukup untuk membayar utangnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement