Kamis 20 Dec 2018 01:22 WIB

Skema PPDB Zonasi 2019, Mendikbud: Belum 100 Persen Otomatis

Menurut Muhadjir, tetap akan ada proses pendataan dan pemetaan.

Rep: Gumanti Awaliyah/ Red: Ratna Puspita
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Muhadjir Effendy
Foto: Republika/Iman Firmansyah
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Muhadjir Effendy

REPUBLIKA.CO.ID, JOMBANG – Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy mengungkapkan, skema Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) berbasis zonasi yang akan diterapkan tahun ajaran 2019/2020 tidak akan seratus persen otomatis. Nantinya, menurut dia, tetap akan ada proses pendataan dan pemetaan.

“Ya ini kan terus diperbaiki dari tahun ke tahun, ini kan sudah tahun ketiga (sistem zonasi). ya mungkin belum 100 persen otomatis,” kata Muhadjir usai soft launching Museum Islam Indonesia KH Hasyim Asy'ari, Jombang, Selasa (18/12).

Menurut Muhadjir, hingga saat ini proses pemetaan sudah memasuki tahap finalisasi untuk seterusnya akan dicocokkan dengan pemerintah daerah. “Sekarang sedang dalam pemetaan terakhir karena juga harus dicocokkan dengan opini masing-masing (daerah),” ungkap dia.

Sementara itu, tahun depan dia pun berencana untuk membangun laboratorium bersama yang memiliki sarana lengkap di setiap zona. Menurut dia, laboratorium bersama dinilai lebih baik dan efektif ketimbang membangun laboratium kecil-kecil di setiap sekolah per zona.

Kendati demikian, rencana pembangunan itu sementara akan dilakukan hanya pada beberapa zona yang akan dijadikan sebagai percontohan. “Tahun depan kita ada beberapa zona yang akan bisa dijadikan sebagai percontohan untuk lab bersama,” kata Muhadjir.

Sebelumnya, Mendikbud Muhadjir Effendy mengisyaratkan ketentuan yang lama yang digunakan pada PPDB tahun ajaran 2018 akan masih berlaku. PPDB berbasis zonasi, Muhadjir menjelaskan, memang akan mengutamakan kedekatan jarak domisili peserta didik dengan sekolah. Namun di lapangan, kata dia, memungkinkan berdasarkan prestasi siswa seperti tahun lalu.

"Ketentuan yang lama masih berlaku," kata Muhadjir, kemarin.

Jika berkaca pada tahun 2018 lalu, di SMAN 8 Depok Provinsi Jawa Barat,  misalnya, ada beberapa jalur yang digunakan dalam merekrut siswa baru, yang semuanya tetap berbasis zonasi. Kepala SMAN 8 Depok Nurlaely menjelaskan, pada tahun ajaran 2018/2019 ada lima jalur penerimaan siswa baru dengan total penerimaan 324 siswa. 

Pertama, jalur Warga Penduduk Sekitar (WPS) dengan kuota 10 persen. Kedua, jalur Keluarga Ekonomi Tidak Mampu (KETM) dengan kuota sebanyak 20 persen.

Untuk jalur ketiga, yaitu Penghargaan Permaslahatan Guru dan anak berkebutuhan khusus (ABK) dengan kuota hanya 5 persen. Keempat, jalur prestasi dengan kuota sebanyak 25 persen dan jalur kelima yaitu RHUN sebanyak 45 persen.

"Tapi yang menjadi catatan adalah semua jalur itu mengutamakan radius antara rumah dan sekolah. Dengan sistem zonasi ini, ada slot untuk menerima warga sekitar, dan karena itu kami jadi lebih mudah bekerja sama dengan masyarakat dalam hal pengawasan siswa," kata Nurlaely beberapa waktu lalu.

Dia menerangkan, setiap jalur memiliki ketentuan dan syarat yang mesti dipenuhi oleh setiap pendaftar. Misalnya, pada jalur KETM pendaftar mesti membuktikannya dengan melampirkan surat keterangan tidak mampu (SKTM), KIP atau penerima PKH.

Begitupun dengan jalur prestasi atau jalur lainnya, ada syarat-syarat yang mesti dipenuhi. Kendati begitu, setelah syarat terpenuhi, radius akan menjadi pertimbangan utama dalam menyeleksi siswa.

"Umpamanya pendaftar melalui jalur UN, kan dulu nilai UN itu yang menjadi pertimbangan utama. Tapi setelah zonasi, nilai UN tetap dipertimbangkan tapi bukan faktor utama, radius yang utama," kata dia.

Kendati begitu, untuk skema PPDB berbasis zonasi yang akan diterapkan pada tahun 2019 mendatang, hingga kini Permendikbud-nya masih di godok dan disempurnakan. Sehingga belum ada aturan pasti seperti apa teknis pelaksanaan PPDB berbasis zonasi tahun 2019 di berbagai daerah. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement