Ahad 04 Nov 2018 16:16 WIB

Permenristekdikti 55/2018 Berpotensi Sulut Perang Ideologi

Kampus telah memiliki sistem autoimmune untuk melawan radikalisme.

Rep: Gumanti Awaliyah/ Red: Dwi Murdaningsih
Situs yang menyerukan radikalisme. Ilustrasi
Foto: AP
Situs yang menyerukan radikalisme. Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat terorisme dari Universitas Malikussaleh Aceh, Al Chaidar menilai, ditekennya Permenristekdikti 55/2018 tentang Pembinaan Ideologi Kebangsaan di Kampus justru bakal berpotensi menyulut api perang ideologis di kampus. Untuk itu dia menilai aturan tersebut tidak tepat digunakan untuk menekan radikalisme di kampus.

"Perang ideologi bisa terjadi antara yang anti Pancasila dan yang pancasilais. Juga antara sesama mazhab di dalam Islam, juga antar agama," kata Al Chaidar saat dihubungi Republika.co.id, Ahad (4/11).

Dia mengungkapkan, selama ini kampus telah memiliki sistem autoimmune untuk melawan radikalisme, fundamentalisme dan terorisme. Autoimmune systemnya yakni dengan cara berpikir kritis, logis, rasional, sistematis dan terkadang anti mainstream.

Al Chaidar juga mengkritisi kebijakan Kemenristekdikti yang memperbolehkan organisasi ekstra kembali ke kampus dan dilibatkan dalam Unit Kegiatan Mahasiswa Pengawal Ideologi Bangsa (UKMPIB). Meski ada pembatasan, dia menilai, kebijakan tersebut berarti mengulangi kesalahan di masa lalu.

"Memasukkan organisasi ekstra kampus berarti mengulangi kesalahan di masa lalu. Mereka nggak boleh masuk kampus," tegas Al Chaidar.

Bahkan menurut dia, langkah tepat menekan radikalisme di kampus yaitu dengan tetap melarang bermacam organisasi ekstra kurikuler

Diketahui, Senin (29/10) Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) telah meluncurkan Peraturan Menristekdikti (Permenristekdikti) Nomor 55 Tahun 2018 tentang Pembinaan Ideologi Bangsa dalam Kegiatan Kemahasiswaan di Perguruan Tinggi. Peluncuran Permenristekdikti tersebut sebagai upaya pemerintah menekan paham-paham intoleran dan radikalisme di kampus.

Menristekdikti Muhammad Nasir menyampaikan, berdasar pada survei Alvara Research Center dengan responden 1.800 mahasiswa di 25 Perguruan Tinggi diindikasikan ada sebanyak 19,6 persen mendukung peraturan daerah (Perda) Syari'ah. Lalu 25,3 persen diantaranya setuju dibentuknya negara Islam, 16,9 persen mendukung ideologi Islam, 29,5 persen tidak mendukung pemimpin Islam dan sekitar 2,5 persen berpotensi radikal.

Permenristekdikti tersebut juga mewajibkan agar semua kampus membentuk Unit Kegiatan Mahasiswa Pengawal Ideologi Bangsa (UKMPIB). UKMPIB berada di pengawasan rektor dan mahasiswa organisasi ekstra boleh bergabung dan menjadi salah satu pengawal ideologi dalam UKMPIB.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement