Selasa 23 Oct 2018 05:01 WIB

Simbol Islam:Rayah-Liwa, Lasykar Hizbullah dan Kerajaan Aceh

Bendera berlalafaz kalimat Syahadat lazim dalam kazanah Muslim Indonesia sejakdahulu.

Lasykar Hizbullah dengan bendera tauhidnya dalam parade di Markas Besar TKR/BKR di Yogyakarta pada masa perjauangan kemerdekaan.
Foto:
Lasykar Hizbullah dengan bendera tauhidnya dalam parade di Markas Besar TKR/BKR di Yogyakarta pada masa perjauangan kemerdekaan.

Lalu bagaimana dengan lambang Islam yang lain, misalnya Bulan Bintang? Semua tahu kebanyakan masjid kerap menggunakan ornamen bulan sabit dan bintang (atau biasa disebut bulan bintang) pada bagian atas kubahnya. Bahkan, simbol tersebut juga dapat kita temukan pada bendera negara-negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam. Sebut saja Aljazair, Malaysia, Mauritania, Pakistan, Tunisia, Turki, dan Uzbekistan.

Tidak hanya itu, sederet partai Islam yang pernah berpartisipasi dalam pemilihan umum (pemilu) di Tanah Air pun menggunakan unsur bulan sabit dan/atau bintang sebagai logo mereka. Mulai Partai Syarikat Islam Indo nesia (PSII), Majelis Syura Muslimin Indonesia (Masyumi), Partai Ummat Islam (PUI), Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), hingga Partai Keadilan Sejahtera (PKS).

Nah, pertanyaannya, kapan pertama kalinya simbol bulan dan bintang digunakan secara jamak oleh masyarakat Muslim global? Menurut sejumlah catatan, simbol bulan bintang mulai menyebar di dunia Islam setelah Kekaisaran Turki Utsmaniyah menggunakan ornamen itu di bendera dan lambang negaranya pada abad ke-18. Buku Ensiklopedi Islamyang diterbitkan oleh Turkiye Diyanet Vakfi (Yayasan Agama Turki) pada 1991 menjelaskan, bulan sabit dan bintang diadopsi sebagai simbol negara Utsmaniyah pada masa pemerintahan Sultan Mustafa III (1757-1774).

Penggunaan ornamen itu menjadi mapan selama periode pemerintahan Sultan Abdul Hamid I (1774-1789) dan Sultan Selim III (1789-1807). Asumsi tersebut semakin diperkuat dengan maraknya keberadaan ornamen bulan sabit dan bintang di masjid-masjid dan menara, yang ter-dapat di wilayah Kekaisaran Utsmaniyah pada masa-masa itu. Sejak itulah, penggunaan bulan bintang oleh Kekaisaran Utsmaniyah kemudian juga menjadi simbol untuk Islam secara keseluruhan.

Setelah runtuhnya Kekaisaran Utsmaniyah pada 1922, pengadopsian simbol bulan bintang pada bendera negara kemudian dilanjutkan oleh negara-negara Muslim lainnya. Jos Poels lewat satu tulisannya di laman Flag of the World mengungkapkan, pemakaian logo bulan sabit dan bintang di bendera Kerajaan Libia pada 1951 memiliki kaitan erat dengan interpretasi keislaman masyarakat setempat. Menurut mereka, bulan sabit menjadi penanda awal bulan baru dalam kalender Islam.

Penggunaan kalender Islam sendiri dimulai sejak hijrahnya Nabi Muhammad SAW dari Makkah ke Madinah. Dengan kata lain, penggunaan simbol bulan sabit di bendera Kerajaan Libia, sekaligus menjadi pengingat akan peristiwa sejarah nan penting tersebut.

Sementara itu, penggunaan logo bintang di bendera negara itu dianggap sebagai perlambangan harapan, keindahan, martabat, dan kehormatan. Jauh sebelum zaman Kekaisaran Utsmaniyah, penggunaan simbol bulan sabit dan bin tang telah berkembang di tengah-tengah masyarakat Yunani Kuno pada periode Helenistik di wilayah Pontus (Turki sekarang) dan Kerajaan Bosporus.

Pemakaian ornamen yang sama dilakukan orang-orang Bizantium pada abad ke-2 SM. Mereka menafsirkan bulan sabit sebagai perlam-bangan Artemis-Diana atau Selena-Luna (nama- nama dewi bulan dalam kepercayaan masyarakat Romawi dan Yunani Kuno). Kombinasi logo bulan sabit dan bintang juga ditemu kan pada koin, yang dikeluarkan Dinasti Sasaniah Persia antara abad ke-5 dan ke-6 silam.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement